Kamis, 28 Juni 2012

BULETIN I

PENGUMUMAN

PENGUMUMAN PG. TPQ DARUL ULUM EDUCATION CENTER LAMONGAN Menyelenggarakan Pelatihan Leadership bagi Kepala TPQ se Kabupaten Lamongan, bermitra dengan Kementrian Agama Kabupaten Lamongan Yang diselenggarakan secara gratis mulai 25 Juli sampai dengan 28 Oktober yang dilaksanakan secara berkala. Bagi Ketua Yayasan, Kepala TPQ bisa mendaftarkan diri dengan mengisi formulir dan menyerahkan pas poto ke panitia pelatihan di Kampus PG. TPQ DARUL ULUM EDUCATION CENTER Lamongan, 25 Juli 2012 Ketua Panitia An. Panitia DEVIE TRI CAHYANI, S.Pd PELATIHAN LEADERSHIP BAGI KEPALA TPQ SECARA GRADUATE SE KABUPATEN LAMONGAN Silabus Pelatihan Leadership Kepala TPQ Sesi I NO POKOK MATERI URAIAN WAKTU 01 Leadership (Kepemimpinan) a. Dasar-dasar kepemimpinan secara umum ( Public Leadership) b. Kepemimpinan Lembaga Anak Usia Dini (TPQ) c. Tugas Utama Pemimpin lembaga 1. planning 2. organizing 3. directing 60 Menit ( 08.00 – 09.00) 02 Manajemen Kepala Lembaga TPQ a. Menjadi Administrator Umum Lembaga b. Menjadi Pembina Pendidik (guru) c. Menjadi coordinator unit administrator (Staf, dan Karyawan) d. Pelaksana Komunikasi social dengan masyarakat e. Perekat antara lembaga, orang tua dan masyarakat 60 Menit (09.00 – 10.00) 03 Penguasaan ilmu Kepemimpinan Lembaga a. Ilmu teori tentang kelembagaan b. Ilmu empiric tentang kelembagaan c. Menguasai resume setiap materi ajar d. Menguasai ilmu pendidikan dan keguruan (pedagogik) 60 Menit (11.00 – 12.00) Sesi II NO POKOK MATERI URAIAN WAKTU 04 Istirahat shalat, dan makan siang 60 Menit (12.00 – 13.00) Manajemen Kelembagaan a. Merumuskanp rofil lembaga, yang terdiri dari Dasar filosofi, visi, misi dan target yang hendakdicapai. b. Membuat Kurikulum Satuan Pendidikan bersama-sama Guru, dan para ahli lainnya, sebagai pedoman pembelajaran. c. Sosialisasi program lembaga di tengah masyarakat sekitarnya d. Menggali potensi keuangan sebagai sumber finansial dalam Pembiayaan operasional lembaga. e. Menyusun Rancangan Anggaran Biaya Pendidikan dan menentukan sumber pembiayaannya. f. Merumuskan kalender kegiatan pendidikan untuk 1 tahun g. Mengadakan pengembangan keahlian tenaga pendidik (menyelenggarakan pelatihan peningkatan mutu guru) 60 Menit (13.00 – 14.00) 05 Manajemen Pengembangan a. Model Pengembangan Kurikulum dan silabus untuk TPQ dan Madin b. Model Pembuatan Media Belajar (alat peraga) c. Manajemen Pengembangan SDM ( guru dan staf administrasi) d. Manajemen Pengembangan building (kelas) e. Manajemen Pengembangan Publikasi 45 Menit (14.00 – 14.45) 06 Komitmen a. Komitmen menjadi anggota / member peserta tetap asosiasi guru TPQ yang memiliki hak menerima pelatihan secara Cuma-Cuma. b. Komitmen Kerjasama Pembinaan Pelaksanaan Kurikulum c. Komitmen Kerjasama Pengembangan pedagogik dan Pengembangan Publikasi, promosi, media Belajar dan pengembangan profil lembaga TPQ 30 Menit (14. 45 – 15.15)

Minggu, 17 Juni 2012

STUDI BANDING AMM YOGYAKARTA, RABU, 13 JUNI 2012

Darul Ulum Education Center

Sabtu, 18 Februari 2012

KURIKULUM TAMAN PENDIDIKAN AL-QURAN TERPADU (Model Kurikulum Berbasis Annajah)

KURIKULUM TAMAN PENDIDIKAN AL-QURAN TERPADU
(Model Kurikulum Berbasis Annajah)


Pendahuluan
Pengertian Kurikulum TPQ Terpadu (TPQT) berbsis ahlisunnah wal jama”ah (annajah) adalah sebuah model konsep pendidikan nonformal yang mengembangkan pendidikan Al-Quran dan ilmu-ilmu penunjangnya yang berorientasi kepada pemikiran berwawasan Ahli Sunnah Wal Jama’ah (annajah).
Maka Kurikulum TPQ Terpadu akan menjadi lembaga yang berkhaskan konsep kemazdhaban, yang memiliki ciri:
1. Disiplin Ilmu Al-Quran dan cabang-cabangnya
2. Disiplin Ilmu-ilmu Islam dan cabang
3. Disiplin fiqih, baik ubudiyah maupun mu’amalah yang berkemadzhaban
4. Berhaluan pemikiran Islam berbasis ahli sunnah wal jama’ah.
Mengapa model kurikulum seperti ini harus dikembangkan? Karena banyaknya indiksi model pendidikan yang menganut modernitas, tidk mampu menciptakan karakteristik pelajar yang sesuai dengan tuntutan Islam, orang tua dan masyarakat. Bayak model pendidikan yang direkayasa olehmodel peradaban global yang notabene berkiblat ke peradaban barat sering sekali bertentangan dengan masyarakat yang mayoritas muslim, apalagi yang berbasis pesantren.
Maka ditengah postmodernisme, harus ada perubahan model penyajian pendidikan, khususnya TPQ sebagai lembaga non formal yang semi pesantren harus mempu mengubah tatanan masyarakat yang kebablasan akibat memahami modernitas yang keliru. Perubahan itu harus dititik tekankan kepada kurikulum yang berkarakteristik ala pondok pesantren dan berwawasan ahlisunnah wal jama’ah. Mengapa dengan berwawasan ahlisunnah wal jama’ah? adalah menjadi cirri model pendekatan Islam berkemadzhaban yang komitmen dalam menjalankan Islam melalui pemahaman Al-Quran, Al-Hadits dan pendapat para ulama slafus-sholih.



VISI TPQ TERPADU
Kurikulum Taman Pendidikan Al-Quran Terpadu (TPQT) berbasis “annajah” memiliki visi sebagai model pendidikan :
1. Mewujudkan kurikulum TPQ Terpadu yang mampu membangun karakter santri yang berwawasan annajah (ahli sunnah wal jama’ah).
2. Mewujudkan santri yang berkarakter Islam dan berpola kehidupan santri, sehingga akan membangun kesadaran sebagai muslim sejati.
3. Mewujudkan model pendidikan yang berbasis pesantren, sehingga melahirkan kepribadian santri yang santun dalam tata kehidupan sehari-hari.

MISI TPQ TERPADU
1. Mendidik satri TPQ degan kurikulum berbasis “annajah” agar memiliki karakter kesantrian yang berakhlak mulia.
2. Memberikan kemampuan baca tulis Al-Quran semenjak usia dini, agar kelak mudah memahami Al-Quran sebagai bekal bertata kehidupan yang Islami.
3. Memahamkan Islam semenjak usia dini secara terpadu, sehingga menjadi anak yang sholeh.

TARGET TPQ TERPADU
Pelaksanaan Kurikulum TPQ terpadu yang berbasis “annajah” memiliki target pendidikan sebagai berikut:

A. Target Profesionalisme Guru
Agar menjadi guru TPQ Terpadu yang berkompetensi unggul, professional dan bertepat guna dalam membelajarkan anak usia dini tentang Al-Quran .
B. Target Santri
Setelah belajar di TPQ Terpadu dengan menggunakan Kurikulum berbasis “annajah” akan menjadi santri yang berkarakter anak sholeh. Dan memiliki kompetensi yang mampu mengubah diri, baik pemikiran, kepribadian maupun model tata pergaulan yang bernilai Islam.

MASA BELAJAR
Kurikulum TPQ Terpadu dengan berbasis “annajah” memiliki klasifikasi model pembelajaran seperti ini:
KELOMPOK UMUR JENJANG KELAS JUMLAH SEMESTER LAMA BELAJAR KET.
5–7 Tahun A 2 1 Tahun TPQ-T 2 tahun
7 – 12 Tahun B 2 1 Tahun

Keterangan:
Dalam melaksanakan kurikulum TPQ Terpadu, bentuk manajemen pengelolaan pembelajaran sebagai berikut:
a. Hari Efektif masa belajar adalah mulai Senin sampai dengan Kamis
b. Lama belajar untuk menggunakan waktu sore pukul 13.30 – pukul 17.00 WIB dan yang menggunakan waktu pagi pukul 08.00 – 11.00 WIB.
c. Satu semester menggunakan bulan efektif 5 – 6 bulan, dengan menggunakan bulan hijriyah, yang dimulai tahun ajarannya dari bulan Syawal.
d. Lama belajar untuk msing-masing jenjang 1 tahun taqwim.
Perbedaan antara jenjang A dan B atau kelas A dan B adalah dalam bobot mata pelajaran dan jumlah mata pelajaran. Jika ada mata pelajaran yang sama antara jenjang A dan B seperti bahsa arab, belajar membaca AL-Quran, maka yang membedakan adalah bobot penyampaiannya, karena melihat jenjang usia anak.

ANALISIS KURIKULUM
Kurikulum TPQTerpadu adalah kurikulum berbasis “annajah” yang memiliki penekanan kepada kemutuan paedagogik (metodologi pembelajaran), maka perlu dipersiapkan kematangan dalam merumuskan strategi pembelajaran.
Ada aspek-aspek penting dan mendasar dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan kurikulum ini, yaitu:
1. Aspek merumuskan Kompetensi Dasar (KD)
2. Aspek merumuskan indicator
3. Aspek memilih metodologi
4. Aspek memilih buku ajar, media pembelajaran dan alat evaluasi
Empat (4) aspek tersebut harus dirumuskan dalam pelaksanaan pembelajaran untuk program mingguan, bulanan dan persemester. Maksudnya agar proses pembelajaran akan mudah terukur tingkat keberhasilan dan kegagalannya.

KETERLIBATAN ORANG TUA DAN MASYARAKAT
Kurikulum TPQ Terpadu yang berbasis “annajah” merupakan bentuk system pembelajaran yang melibatkan orang tua dan masyarakat sebagai sumber belajar. Orang tua wajib melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran anaknya di TPQ, namun tidak secara langsung. Bentuk keterlibatan orang tua adalah memberikan dukungan, motivasi dan monitoring kepada putra putrinya baik dalam bentuk ingin mengetahui kemampuan ilmunya maupun tingkah lakunya.
Adapun bentuk keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pembelajara pada TPQ menjadikan motivator fisical dalam pengembangan penyelenggaraan lembaga TPQ. Karena itu TPQ sebagai lembaga non formal yang berbasis masyarakat. Ketika masyarakat tidak melibatkan diri, maka TPQ akan fakum dan tidak akan efektif dalam melaksanakan pembelajaran. Karena keterlibatan masyarakat menyangkut financial, donasi dan batuan material yang tidak langsung.


MASYARAKAT

KELUARGA
LEMBAGA TPQ


Tiga komponen tersebut adalah sebagai satu kesatuan dalam melaksanakan kurikulum TPQ Terpadu.
A. Masyarakat sebagai basis pendidikan
B. Keluarga sebagai unsur peserta didik
C. Lembaga TPQ sebagai Pelaksana Pendidikan
Kurikulum Berbasis “Annajah”
TAMAN PENDIDIKAN AL-QURAN TERPADU
(TPQ TERPADU “DARUL ULUM”)

Nama Lembaga : TPQ TERPADU “DARUL ULUM”
Nama Penyelenggara : Yayasan Darul Ulum Education Center
Alamat : Jl. Sunan Giri No. 48 Lamongan


KURIKULUM KELAS A (1 TAHUN)
NO MATA PELAJARAN SEMESTER KET
Ganjil Genap
1 Belajar Membaca Al-Quran x x
2 Menulis Arab (Khath) - x
3 Doa Sehari-hari x x
4 Fiqih Ibadah x x
5 Hafalan Al-Quran x x
6 Bahasa Arab - x
7 Sirah Nabawi (Tarikh) x x
8 Ketrampilan/Kesenian x x
9 Praktek Shalat x x
10 Aqidah Islam & Akhlaq x x



KURIKULUM KELAS B (1 TAHUN)
NO MATA PELAJARAN SEMESTER KET
Ganjil Genap
1 Tahsinul Qiroah x x
2 Menulis Arab (Khath) x x
3 Doa Sehari-hari x x
4 Fiqih Ibadah x x
5 Hafalan Al-Quran x x
6 Bahasa Arab x x
7 Sirah Nabawi (Tarikh) x x
8 Ketrampilan/Kesenian x x
9 Bahasa Inggris x x
10 Aqidah Islam & Akhlaq x x
11 Ilmu Tajwid x x
12 Lagu-lagu Al-Quran x x
Catatan:
Daftar mata pelajaran tersebut adalah bukan kurikulum, untuk menjadikan kurikulum masih membutuhkan paling sedikit dua langkah lagi, yaitu (1) penjabaran dalam bentuk silabus dan (2) penyusunan buku paket sebagai penunjang silabus. (akan diterbitkan terpisah oleh PG. TPQ Darul Ulum Education Center)
STANDAR KOMPETENSI UNGGULAN
Standar kompetesi (kemampuan) santri yang dijadikan unggulan adalah harus dirumuskan dalam bentuk silabus dan Program Satuan Kegiatan Harian (SKH), Program Satuan Mingguan (SKM) dan Program Satuan Kegiatan Semester (SKS). Dan kompetensi yang dijadikan unggulan untuk setiap santri:
1. Santri mampu membaca dan menulis Al-Quran denganbaik dan benar
2. Santri mahir dalam murottal Al-Quran sesuai dengan ulumut tajwidnya dengan baik dan benar.
3. Santri mahir dalam menjalankan fiqih seputar ibadah, wudhu, sholat, melafalkan sifat adzan, mengenal syarat rukun sholat, waktu sholat dan memiliki kesadaran tentang disiplin waktu sholat.
4. Santri memiliki standar kehidupan dan tata pergaulan yang berakhlak karimah.
5. Santri menguasai ilmu-ilmu Islam dasar, do’a sehari-hari, hafalan Al-Quran, mengenal kosa kata bahasa arab dan berwawasan nilai-nilai Islam.

PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU
A

Rabu, 15 Februari 2012

Cara Pandang Pemikiran Ideologis Tentang: SITEM PENDIDIKAN ISLAM

Muchotim El-Moekry




Cara Pandang Pemikiran Ideologis
Tentang:
SITEM PENDIDIKAN ISLAM





Makalah Kuliah Umum
Mahasiswa PG. TPQ Darul Ulum Education Center
16 April 2011 pada semester Genap















PG. TPQ DARUL ULUM EDUCATION CENTER
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
Jl. Sunan No. Giri 48 Lamongan
Tahun 2011 M /1432 H
SITEM PENDIDIKAN ISLAM


Bangsa ini memiliki kualitas SDM yang rendah. Hal ini terlihat dari data mahasiswa baru (tahun 2008) di salah satu perguruan tinggi ‘terbaik’ di Indonesia, diperoleh gambaran sbb:
Tingkat Kecerdasan (IQ > 110) 79% Kemandirian 13% Usaha 67% Percaya Diri 11% Kepekaan 19% Kepemimpinan 4%. Dari data ini terlihat jelas bahwa mereka memiliki IQ yang tinggi, namun mereka tidak mandiri, tidak percaya diri, bahkan tidak memiliki jiwa kepemimpinan. Potret generasi seperti ini tidak mampu menyelesaikan persoalan orang lain, apalagi persoalan negara. Yang mereka pikirkan hanyalah seputar dirinya. Jadi, wajar jika lulusan pendidikan di negeri ini hanya diposisikan sebagai buruh, bukan sebagai pencipta lapangan kerja. Ini artinya: Indonesia hanya berpredikat sebagai follower, bukan sebagai leader. Dapat dikatakan sistem pendidikan nasional saat ini telah gagal memproses generasi bangsa ini menjadi generasi cerdas dan mandiri.
Negeri-negeri muslim mengalami krisis generasi. Hal ini disebabkan karena sistem pendidikan sekular-materialistik yang diterapkan. Sistem pendidikan ini telah menghasilkan generasi yang lemah. Sosok-sosok seperti inilah yang telah menghantarkan kehancuran negeri-negeri Muslim ke dalam jurang kezaliman.
Oleh karena itu, menjadi penting bagi kaum Muslim pada umumnya dan generasi Islam pada khususnya untuk mendapatkan gambaran dari sistem Pendidikan Islam yang bersifat komprehensif-integral, yang dapat diterima secara universal oleh umat manusia lainnya.




Pendidikan dalam Sistem Islam
Pendidikan bagi setiap Muslim merupakan kebutuhan dasar. Allah SWT telah mewajibkan setiap Muslim untuk menuntut ilmu dan membekali dirinya dengan berbagai macam ilmu untuk dapat menyelesaikan permasalahan dirinya, keluarga, masyarakat dan negara.
Rasulullah saw. bersabda: Menuntut ilmu wajib atas setiap Muslim (HR Ibnu Majah).
Dalam hadis lain dikatakan, “Jadilah kamu orang berilmu, atau pencari ilmu, atau pendengar (ilmu), atau pecinta (ilmu)j jangan menjadi yang kelima (orang bodoh) nanti kamu binasa.” (Lihat: Al-Fathul Kabir, I/204).
Dari hadis di atas, di dalam Khilafah tidak akan muncul peluang timbulnya kebodohan di kalangan kaum Muslim. Sebab, negara memiliki kewajiban untuk melahirkan generasi yang berkualitas yang secara hakiki mengambil ideologi Islam sebagai asas kehidupannya. Generasi ini telah memajukan peradaban Islam di muka bumi selama lebih 13 abad.

Tujuan Umum Pendidikan.
Dalam menyusun kurikulum dan materi pelajaran terdapat dua tujuan pokok pendidikan yang harus diperhatikan:
1. Membangun kepribadian islami, pola pikir (aqliyah) dan jiwa (nafsiyah) bagi umat, yaitu dengan cara menanamkan tsaqafah Islam berupa akidah, pemikiran dan perilaku islami ke dalam akal dan jiwa anak didik.
2. Mempersiapkan anak-anak kaum Muslim agar di antara mereka menjadi ulama-ulama yang ahli di setiap aspek kehidupan, baik ilmu-ilmu keislaman (ijtihad, fikih, peradilan dan lain-lain) maupun ilmu-ilmu terapan (teknik, kimia, fisika, kedokteran, dan lain-lain). Ulama-ulama yang mumpuni akan membawa negara Khilafah dan umat Islam untuk menempati posisi puncak di antara bangsa-bangsa dan negara-negara lain di dunia, bukan sebagai pengekor maupun agen pemikiran dan ekonomi negara lain.

Output Pendidikan Islam.
Output pendidikan Islam adalah lahirnya individu-individu terbaik yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islam serta jiwa kepemimpinan baik pada skala individu, komunitas bahkan skala bangsa/negara.
Kaum Muslim diposisikan oleh Allah SWT sebagai umat terbaik (QS Ali Imran [3]: 110). Karena itu Khilafah wajib menyiapkan generasi terbaik (khayru ummah) agar dapat memimpin bangsa-bangsa lainnya. Gambaran generasi terbaik yang diinginkan adalah generasi yang memiliki: (1) kepribadian Islam; (2) Faqih fi ad-Din; (3) Terdepan dalam sains dan teknologi; dan (4) berjiwa pemimpin. Generasi inilah yang akan menjadi pengendali eksistensi negara menjadi negara mandiri, kuat, terdepan dan mampu memimpin bangsa-bangsa lainnya.
Berdasarkan output pendidikan ini, dibuat arah (tujuan) pendidikan, selanjutnya diturunkan di dalam kurikulum pembelajaran dan metode pembelajaran. Negara harus menyiapkan standar kurikulum, yakni kurikulum yang terintegrasi dengan akidah Islam yang disesuaikan dengan level berpikir (usia). Selanjutnya negara menetapkan metode pembelajaran yang baku dalam proses pembelajaran.

Kurikulum Pendidikan Islam.
Negara menetapkan kurikulum pendidikan berdasarkan akidah Islam. Sebab, akidah Islam menjadi asas bagi kehidupan seorang Muslim dan asas bagi negaranya. Maknanya, akidah Islam dijadikan standar penilaian. Kurikulum yang bertentangan dengan akidah Islam tidak boleh diambil atau diyakini. Negara harus memberlakukan kurikulumnya berdasarkan level berpikir (usia) anak agar anak dapat mengamalkannya dan anak didik tidak merasa terbebani.
Negara harus memberlakukan kurikulum yang sesuai untuk mencapai output pendidikan, yakni dengan cara membagi kurikulum menjadi: (1) kurikulum dasar, seperti tahfizh al-Quran dan bahasa (Arab, lokal, internasional); (2) kurikulum inti, seperti tsaqafah Islam (ilmu-ilmu keislaman, al-Quran, hadis, fiqih, dll);(3) kurikulum penunjang, seperti ilmu-ilmu terapan, matematika, dll.

Metode Pembelajaran.
Metode pengajaran yang benar adalah penyampaian (khithab) dan penerimaan (talaqqi) pemikiran dari pengajar kepada pelajar. Seorang pengajar harus dapat memberikan gambaran yang mendekati suatu realita kepada anak didik ketika menyampaikan suatu konsep atau ide sehingga realita tersebut dapat dirasakannya atau tergambar di benaknya. Dengan demikian mereka telah menerimanya sebagai sebuah pemikiran sehingga terdorong untuk mengamalkannya.
Instrumen terpenting dalam penyampaian atau penerimaan pemikiran pada proses belajar-mengajar adalah bahasa yang jelas maknanya dan mudah dipahami oleh anak didik sehingga setiap anak didik bisa memahami 100% setiap mata pelajaran.

Manajemen Pendidikan Islam.
Untuk mencerdaskan rakyatnya, negara perlu menata dan mengelola sistem pendidikan yang diadopsi agar tercapai output pendidikan Islam. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan dalam empat hal yakni:
1. Biaya pendidikan: bebas biaya.
2. Sarana dan prasarana pendidikan yang memadai seperti ruang kelas, perpustakaan, laboratorium sebagai tempat praktik secara langsung bagi anak-anak didik, dll agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik.
3. Penyediaan guru yang berkualitas. Gambaran guru yang berkualitas antara lain: (a) memiliki kepribadian Islam, guru akan menjadi model bagi anak-anak didiknya; (b) memahami potensi anak; (c) memahami perkembangan anak berdasarkan usia; (d) memahami arah dan target pembelajaran anak berdasarkan level berfikir (usia); (e) menguasai metode pembelajaran untuk menjadi rujukan perilakunya, (f) kreatif dan inovatif dalam teknik pembelajaran, sehingga anak menjadi senang belajar dan tanpa beban.
4. Penyiapan orangtua yang berkualitas. Negara harus mendorong dan memfasilitasi orangtua dalam meningkatkan kemampuannya dalam mendidik anaknya agar tercapai output pendidikan. Gambaran orangtua yang berkualitas antara lain: (a) memiliki kepribadian Islam, orangtua adalah orang pertama yang akan dicontoh oleh anak; (b) memahami potensi anak; (c) memahami perkembangan anak berdasarkan usia; (d) memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap proses pembelajaran anak terutama di usia pra-balig; (e) memberikan perhatian yang utuh terhadap perkembangan anak; (f) memberikan kasih sayang yang tulus kepada anak; (g) senantiasa memuliakan anak; (h) memahami arah dan target pendidikan anak berdasarkan level usia; (i) siap menjadi guru pertama dan utama bagi anak-anaknya.
Dimulai sejak masa Rasulullah saw., pendidikan untuk rakyat menjadi kewajiban negara. Begitu juga pada masa Khalifah Umar bin Khaththab ra. yang senantiasa berharap adanya SDM yang berkualitas di negaranya agar mereka dapat membantu mengatur urusan umatnya. Sebagai contoh Muadz bin Jabal yang dikenal sebagai individu yang berkapabilitas tinggi dalam memahami halal dan haram sampai-sampai beliau dinobatkan menjadi Hakim Agung pada usia 18 tahun. Sudah saatnya negeri ini dan negeri-negeri Muslim lainnya mengganti seluruh tatanan kehidupannya, termasuk pendidikan dengan Ideologi Islam, agar lahir secara massal generasi seperti Muadz bin Jabal, generasi yang berkualitas tinggi, yang mampu mengembalikan kemuliaan Islam dan kemuliaan kaum Muslim di seluruh dunia.
Robert L. Gullick Jr., dalam bukunya, Muhammad, The Educator, menyatakan: Muhammad merupakan seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar. Tidak dapat dibantah lagi bahwa Muhammad sungguh telah melahirkan ketertiban dan stabilitas yang mendorong perkembangan Islam, suatu revolusi sejati yang memiliki tempo yang tidak tertandingi dan gairah yang menantang…Hanya konsep pendidikan yang paling dangkallah yang berani menolak keabsahan meletakkan Muhammad di antara pendidik-pendidik besar sepanjang masa, karena—dari sudut pragmatis—seorang yang mengangkat perilaku manusia adalah seorang pangeran di antara pendidik.
Pendidikan merupakan bagian kebutuhan mendasar manusia (al-hâjat al-asasiyyah) yang harus dipenuhi oleh setiap manusia seperti halnya pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan perumahan. Pendidikan adalah bagian dari masalah politik (siyâsah) yang diartikan sebagai ri‘âyah asy-syu’ûn al-ummah (pengelolaan urusan rakyat) berdasarkan ideologi yang diemban negara.
Berdasarkan pemahaman mendasar ini, politik pendidikan (siyâsah at-ta‘lîm) suatu negara sangat ditentukan oleh ideologi (pandangan hidup) yang diemban negara tersebut. Faktor inilah yang menentukan karakter dan tipologi masyarakat yang dibentuknya. Dengan demikian, politik pendidikan dapat dipahami sebagai strategi pendidikan yang dirancang negara dalam upaya menciptakan kualitas human resources (sumberdaya manusia) yang dicita-citakan.
Sistem pendidikan yang ditegakkan berdasarkan ideologi sekularisme-kapitalisme atau sosialisme-komunisme dimaksudkan untuk mewujudkan struktur dan mekanisme masyarakat yang sekular-kapitalis atau sosialis-komunis. Seluruh subsistem (ekonomi, sosial, politik, pemerintahan, politik luar, dan dalam negeri, hukum pidana, dll.) yang menopang masyarakat itu ditegakkan berdasarkan asas ideologi yang sama; bukan yang lain. Demikian pula dengan Islam; akan membangun masyarakat yang sesuai dengan cita-cita ideologinya. Model masyarakat yang diciptakannya tentu saja akan berbeda dengan masyarakat yang dibentuk oleh kedua sistem ideologi di atas.
Melalui pengamatan terhadap karakteristik ideologi tersebut, jejak-langkah sistem pendidikan yang berlangsung akan mudah dipahami. Sistem pendidikan sekular-kapitalis melahirkan strategi pendidikan sekular sehingga pada gilirannya akan menciptakan tipologi masyarakat sekular-kapitalis. Begitu pula sistem pendidikan sosialisme-komunis maupun Islam.
Walhasil, pemahaman tentang karakter ideologi ini menjadi sangat penting untuk dipahami. Ketidakpahaman terhadap ideologi yang dianut akan menyebabkan pemahaman yang bias terhadap seluruh sistem yang dibangun. Hal itu berimbas pada ketidakpahaman terhadap tujuan suatu sistem pendidikan dan karakteristik manusia yang hendak dibentuknya. Giliran berikutnya, sistem pendidikan yang dijalankan hanya akan membuat program-program pendidikan sebagai sarana trial and error dan menjadikan peserta didik bagai kelinci percobaan.
Pendidikan yang sekular-materialistik saat ini merupakan produk dari ideologi sekular yang terbukti telah gagal mengantarkan manusia menjadi sosok pribadi yang utuh, yakni seorang manusia shalih dan mushlih. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, paradigma pendidikan yang didasarkan pada ideologi sekular, yang tujuannya sekadar membentuk manusia-manusia yang berpaham materialistik dalam pencapaian tujuan hidup, hedonistik dalam budaya masyarakatnya, individualistik dalam interaksi sosialnya, serta sinkretistik dalam agamanya. Kedua, kerusakan fungsional pada tiga unsur pelaksana pendidikan, yakni: (1) lembaga pendidikan formal yang lemah; tercermin dari kacaunya kurikulum serta tidak berfungsinya guru dan lingkungan sekolah/kampus sebagai medium pendidikan sebagaimana mestinya; (2) kehidupan keluarga yang tidak mendukung; (3) keadaan masyarakat yang tidak kondusif.
Asas yang sekular mempengaruhi penyusunan struktur kurikulum yang tidak memberikan ruang semestinya pada proses penguasaan tsaqâfah Islam dan pembentukan kepribadian Islam. Guru/dosen sekadar berfungsi sebagai pengajar dalam proses transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tidak sebagai pendidik yang berfungsi dalam transfer ilmu pengetahuan dan kepribadian (transfer of personality), karena memang kepribadian guru/dosen sendiri tidak lagi pantas diteladani. Lingkungan fisik sekolah/kampus yang tidak tertata dan terkondisi secara islami turut menumbuhkan budaya yang tidak memacu proses pembentukan kepribadian peserta didik. Akhirnya, rusaklah pencapaian tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
Para orangtua juga tidak secara sungguh-sungguh menanamkan dasar-dasar keislaman yang memadai kepada anaknya. Lemahnya pengawasan terhadap pergaulan anak dan minimnya teladan dari orangtua dalam sikap keseharian terhadap anak-anaknya makin memperparah terjadinya disfungsi rumah sebagai salah satu unsur pelaksana pendidikan. Masyarakat, yang semestinya menjadi media pendidikan yang real, juga berperan sebaliknya, yaitu menegasikan hampir seluruh proses pendidikan di rumah dan persekolahan. Sebab, dalam masyarakat berkembang sistem nilai sekular; mulai dari bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, maupun tata pergaulan sehari-hari; berita-berita pada media masa juga cenderung mempropagandakan hal-hal negatif.
Oleh karena itu, penyelesaian problem pendidikan yang mendasar harus dilakukan pula secara fundamental. Hal itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi paradigma Islam. Pada tataran derivatnya, kelemahan ketiga faktor di atas diselesaikan dengan cara memperbaiki strategi fungsionalnya sesuai dengan arahan Islam.
Politik Pendidikan Islam
Pendidikan dalam Islam harus kita pahami sebagai upaya mengubah manusia dengan pengetahuan tentang sikap dan perilaku yang sesuai dengan kerangka nilai/ideologi Islam. Dengan demikian, pendidikan dalam Islam merupakan proses mendekatkan manusia pada tingkat kesempurnaannya dan mengembangkan kemampuannya yang dipandu oleh ideologi/akidah Islam.
Secara pasti, tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan SDM yang berkepribadian Islami, dalam arti, cara berpikirnya harus didasarkan pada nilai-nilai Islam serta berjiwa sesuai dengan ruh dan nafas Islam. Metode pendidikan dan pengajarannya juga harus dirancang untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap metodologi yang tidak berorientasi pada tercapainya tujuan tersebut tentu akan dihindarkan. Jadi, pendidikan Islam bukan semata-mata melakukan transfer of knowledge, tetapi memperhatikan apakah ilmu pengetahuan yang diberikan itu dapat mengubah sikap atau tidak.
Dalam kerangka ini, diperlukan monitoring yang intensif oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk pemerintah (negara), terhadap perilaku peserta didik, sejauh mana mereka terikat dengan konsepsi-konsepsi Islam berkenaan dengan kehidupan dan nilai-nilainya. Rangkaian selanjutnya adalah tahap merealisasikannya sehingga dibutuhkan program pendidikan dan kurikulum yang selaras, serasi, dan berkesinambungan dengan tujuan di atas.
Kurikulum dibangun di atas landasan akidah Islam sehingga setiap pelajaran dan metodologinya disusun selaras dengan asas itu. Konsekuensinya, waktu pelajaran untuk memahami tsaqâfah Islâm dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya mendapat porsi yang besar. Ilmu-ilmu terapan diajarkan sesuai dengan tingkat kebutuhan dan tidak terikat dengan jenjang pendidikan tertentu (formal). Di tingkat perguruan tinggi (PT), kebudayaan asing dapat disampaikan secara utuh. Misalnya, materi tentang ideologi sosialisme-komunisme atau kapitalisme-sekularisme dapat disampaikan untuk diperkenalkan kepada kaum Muslim setelah mereka memahami Islam secara utuh. Pelajaran ideologi selain Islam dan konsepsi-konsepsi lainnya disampaikan bukan bertujuan untuk dilaksanakan, melainkan untuk dijelaskan serta dipahami cacat-cela dan ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia.
Pada jenjang PT tentu saja dibuka berbagai jurusan, baik dalam cabang ilmu keislaman ataupun jurusan lainnya seperti teknik, kedokteran, kimia, fisika, sastra, politik, dll. Dengan begitu, peserta didik dapat memilih sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. Dengan model sistem pendidikan Islam seperti ini, kekhawatiran akan munculnya dikotomi ilmu agama dan ilmu duniawi tidak akan terjadi. Dikotomi ilmu itu hanya terjadi pada masyarakat sekular-kapitalistik, tidak dalam masyarakat Islam. Generasi yang akan terbentuk adalah SDM yang mumpuni dalam bidang ilmunya sekaligus memahami nilai-nilai Islam serta berkepribadian Islam yang utuh.
Beberapa paradigma dasar bagi sistem pendidikan dalam Islam adalah sebagai berikut:
Prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan didasarkan pada akidah Islam. Tujuannya adalah membentuk sumberdaya manusia terdidik dengan ‘aqliyah islâmiyah (pola berpikir islami) dan nafsiyah islâmiyah (pola sikap islami).
Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan keimanan sehingga melahirkan amal salih dan ilmu yang bermanfaat. Perhatikan bagaimana al-Quran mengungkapkan tentang ahsanu ‘amalan atau amalan shâlihan (amal yang terbaik atau amal shalih).
Pendidikan ditujukan dalam rangka membangkitkan dan mengarahkan potensi-potensi baik yang ada pada diri setiap manusia selaras dengan fitrah manusia dan meminimaliasi aspek buruknya.
Keteladanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pendidikan. Teladan yang harus diikuti adalah Rasulullah saw. Dengan demikian, Rasulullah saw. merupakan figur sentral keteladanan bagi manusia.
Adapun strategi dan arah perkembangan ilmu pengetahuan dapat kita lihat dalam kerangka berikut ini: Tujuan utama ilmu yang dikuasai manusia adalah dalam rangka untuk mengenal Allah Swt. sebagai al-Khaliq, mengagungkan-Nya, serta mensyukuri seluruh nikmat yang telah diberikan-Nya.
Ilmu harus dikembangkan dalam rangka menciptakan manusia yang hanya takut kepada Allah Swt. semata sehingga setiap dimensi kebenaran dapat ditegakkan terhadap siapa pun tanpa pandang bulu. Ilmu yang dipelajari ditujukan untuk menemukan keteraturan sistem, hubungan kausalitas, dan tujuan alam semesta. Ilmu dikembangkan dalam rangka mengambil manfaat dalam rangka ibadah kepada Allah Swt. karena Allah telah menundukkan matahari, bulan, bintang, dan segala hal yang terdapat di langit atau di bumi untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu yang dikembangkan dan teknologi yang diciptakan tidak ditujukan dalam rangka menimbulkan kerusakan di muka bumi atau pada diri manusia itu sendiri.

Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki:
Kepribadian Islam
Tujuan ini merupakan konsekuensi keimanan seorang Muslim, yaitu keteguhan dalam memegang identitas kemuslimannya dalam pergaulan sehari-hari. Identitas itu tampak pada dua aspek yang fundamental, yaitu pola pikir (‘aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) yang berpijak pada akidah Islam. Paling tidak, terdapat tiga langkah untuk membentuk kepribadian Islam sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw., yaitu:
1. Menanamkan akidah Islam sebagai sebagai ‘aqîdah ‘aqliyah—akidah yang muncul dari proses pemikiran yang mendalam—kepada setiap orang.
2. Menanamkan sikap konsisten dan istiqamah kepada setiap orang agar cara berpikir dan kecenderungan insaninya tetap berada di atas pondasi akidah yang diyakininya.
3. Mengembangkan kepribadian dengan senantiasa mengajak setiap orang bersungguh-sungguh dalam mengisi pemikirannya dengan tsaqâfah Islâmiyah dan mengamalkan perbuatan yang selalu berorientasi pada ketaatan kepada Allah Swt.

Menguasai tsaqâfah islâmiyah dengan handal.
Islam mendorong setiap Muslim untuk menjadi manusia yang berilmu dengan cara mewajibkannya untuk menuntut ilmu. Berdasarkan takaran kewajibannya, menurut al-Ghazali, ilmu dibagi ke dalam dua kategori, yaitu: (1) ilmu yang fardlu ‘ain, yaitu wajib dipelajari setiap Muslim seperti: ilmu-ilmu tsaqâfah Islam yang terdiri konsepsi, ide, dan hukum-hukum Islam (fiqh), bahasa Arab, sirah Nabi, Ulumul Quran, tahfîdz al-Quran, Ulumul Hadits, ushul fikih, dll; (2) ilmu yang dikategorikan fardhu kifayah, biasanya ilmu-ilmu yang mencakup sains dan teknologi serta ilmu terapan-keterampilan seperti biologi, fisika, kedokteran, pertanian, teknik,dll.

Menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi/PITEK).
Menguasai PITEK diperlukan agar umat Islam mampu mencapai kemajuan material sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifatullah di muka bumi dengan baik. Islam menetapkan penguasaan sains sebagai fardhu kifayah, yaitu kewajiban yang harus dikerjakan oleh sebagian Muslim apabila ilmu-ilmu tersebut sangat diperlukan umat seperti kedokteran, kimi, fisika, industri penerbangan, biologi, teknik, dll. Pada hakikatnya ilmu pengetahuan terdiri atas dua hal, yaitu: (1) pengetahuan yang mengembangkan akal manusia sehingga ia dapat menentukan suatu tindakan tertentu; (2) pengetahuan mengenai perbuatan itu sendiri.
Allah Swt. telah memuliakan manusia dengan akalnya. Allah menurunkan al-Quran dan mengutus Rasul-Nya dengan membawa Islam agar beliau menuntun akal manusia dan membimbingnya ke jalan yang benar. Pada sisi yang lain, Islam memicu akal untuk dapat menguasai PITEK karena dorongan dan perintah untuk maju merupakan buah dari keimanan. Dalam kitab Fath al-Kabîr, juz III, misalnya, diketahui bahwa Rasulullah saw. pernah mengutus dua orang sahabatnya ke negeri Yaman untuk mempelajari pembuatan senjata muktahir, terutama alat perang yang bernama dabbabah, sejenis tank yang terdiri atas kayu tebal berlapis kulit dan tersusun dari roda-roda. Rasulullah saw. memahami manfaat alat ini bagi peperangan melawan musuh dan menghancurkan benteng lawan.

Memiliki keterampilan yang tepat guna dan berdayaguna.
Penguasaan keterampilan yang serba material ini merupakan tuntutan yang harus dilakukan umat Islam dalam rangka pelaksanaan amanah Allah Swt. Hal ini diindikasikan dengan terdapatnya banyak nash yang mengisyaratkan setiap Muslim untuk mempelajari ilmu pengetahuan umum dan keterampilan. Hal ini dihukumi sebagai fardhu kifayah.

Negara Sebagai Penyelenggara Pendidikan
Dalam Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan; negara wajib mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Rasulullah saw. bersabda: Seorang imam (khalifah/ kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Perhatian Rasulullah saw. terhadap dunia pendidikan tampak ketika beliau menetapkan para tawanan Perang Badar yang ingin bebas untuk mengajarkan baca-tulis kepada sepuluh orang penduduk Madinah sebagai tebusan atas diri mereka. Menurut hukum Islam, barang tebusan itu merupakan hak Baitul Mal (kas negara). Tebusan ini sama nilainya dengan pembebasan tawanan Perang Badar. Artinya, dengan tindakan membebankan pembebasan tawanan Perang Badar pada Baitul Mal (kas negara)—dengan memerintahkan mereka mengajarkan baca tulis—berarti Rasulullah saw. telah menjadikan biaya pendidikan itu setara nilainya dengan barang tebusan. Dengan kata lain, beliau memberi upah kepada para pengajar itu (tawanan perang) dengan harta benda yang seharusnya menjadi milik kas negara.
Imam Ibn Hazm dalam kitabnya, Al-Ahkâm, menjelaskan bahwa seorang kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat.
Jika kita melihat sejarah kekhalifahan Islam, kita akan melihat perhatian para khalifah (kepala negara) yang sangat besar terhadap pendidikan rakyatnya; demikian pula perhatiannya terhadap nasib para pendidiknya. Sebagai contoh, Imam ad-Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari al-Wadhiyah bin Atha yang menyatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin al-Khaththab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar=4,25 gram emas).

Fakta menunjukkan kepada kita bahwa perhatian para kepala negara kaum Muslim (khalifah) bukan hanya tertuju pada gaji para pendidik dan biaya sekolah, tetapi juga sarana lainnya, seperti perpustakaan, auditorium, observatorium, dll. Di antara perpustakaan yang terkenal adalah perpustakaan Mosul didirikan oleh Ja‘far bin Muhammad (w. 940 M). Perpustakaan ini sering dikunjungi para ulama, baik untuk membaca atau menyalin. Pengunjung perpustakaan ini mendapatkan segala alat yang diperlukan secara gratis seperti pena, tinta, kertas, dll. Bahkan, para mahasiswa yang secara rutin belajar di perpustakaan itu diberikan pinjaman buku secara teratur. Seorang ulama, Yaqut ar-Rumi memuji para pengawas perpustakaan di kota Mer Khurasa karena mereka mengizinkan peminjaman sebanyak 200 buku tanpa jaminan apapun perorang. Ini terjadi masa kekhalifahan Islam abad 10 Masehi. Bahkan, para khalifah memberikan penghargaan yang sangat besar terhadap para penulis buku, yaitu memberikan imbalan emas seberat buku yang ditulisnya.
Begitu pula dengan Madrasah an-Nuriah di Damaskus yang didirikan pada abad ke-6 Hijriyah oleh Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky. Di sekolah ini terdapat fasilitas lain seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan, serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi.
Media pendidikan adalah segala sarana dan prasarana yang digunakan untuk melaksanakan program dan kegiatan pendidikan. Dengan demikian, majunya sarana-sarana pendidikan dalam kerangka untuk mencerdaskan umat menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya. Oleh sebab itu, keberadaan sarana-sarana berikut harus disediakan: Perpustakaan umum, laboratorium, dan sarana umum lainnya di luar yang dimiliki sekolah dan PT untuk memudahkan para siswa melakukan kegiatan penelitian dalam berbagai bidang ilmu, baik tafsir, hadits, fikih, kedokteran, pertanian, fisika, matematika, industri, dll sehingga hanya tercipta para ilmuwan dan mujtahid.
Mendorong pendirian toko-toko buku dan perpustakaan pribadi. Negara juga menyediakan asrama, pelayanan kesehatan siswa, perpustakaan dan laboratorium sekolah, serta beasiswa bulanan yang mencukupi kebutuhan siswa sehari-hari. Keseluruhan itu dimaksudkan agar perhatian para siswa tercurah pada ilmu pengetahuan yang digelutinya sehingga terdorong untuk mengembangkan kreativitas dan daya ciptanya.
Negara mendorong para pemilik toko buku untuk memiliki ruangan khusus pengkajian dan diskusi yang dipandu oleh seorang alim/ilmuwan/cendekiawan. Pemilik perpustakaan pribadi didorong memiliki buku-buku terbaru, mengikuti diskusi karya para ulama dan hasil penelitian ilmiah cendekiawan.
Sarana pendidikan lain seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, dll yang dapat dimanfaatkan siapa saja tanpa mesti ada izin negara. Negara mengizinkan masyarakatnya untuk menerbitkan buku, surat kabar, majalah, mengudarakan radio dan televisi; walaupun tidak berbahasa Arab, tetapi siaran radio dan televisi negara harus berbahasa Arab. Negara melarang jual-beli dan ekspor-impor buku, majalah, surat kabar yang memuat bacaan dan gambar yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Negara juga melarang acara televisi, radio, dan bioskop yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Negara berhak menjatuhkan sanksi kepada orang atau sekelompok orang yang mengarang suatu tulisan yang bertentangan dengan akidah Islam. Seluruh surat kabar dan majalah serta pemancar radio & televisi yang sifatnya rutin milik orang asing dilarang beredar dalam wilayah Khilafah Islamiyah. Hanya saja, buku-buku ilmiah yang berasal dari luar negeri dapat beredar setelah diyakini di dalamnya tidak membawa pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam.
Demikian pemaparan politik pendidikan Islam, sangat jelas keunggulan sistem pendidikan Islam yang diatur oleh syariat Islam. Dengan bersikap obyektif terhadap syariat Islam, seharusnya manusia yang jujur, berpikir, dan memiliki nurani jernih akan kembali ke pangkuan syariat Islam. Wallâhu a‘lam.

Apakah anda ragu dengan sistem pendidikan Islam?
Di tengah kebingungan dan kegagapan kita memilih sistem pendidikan yang terbaik untuk umat ini, maka sudah saatnya kita memilih Sistem dan Strategi Pendidikan Islam. Terlalu mahal biaya yang harus ditanggung oleh umat dengan diterapkannya sistem pendidikan sekulerisme. Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk menanggulangi kenakalan remaja, narkoba, pergaulan bebas, aids/hiv, kriminalitas, bahkan korupsi. Yang kesemuanya dilakukan oleh generasi – generasi yang telah dididik oleh bangsa ini dengan paradigma sekulerisme. Memisahkan agama dari kehidupan, memisahkan Islam dari pengelolaan pendidikan. Munculnya lembaga pendidikan Islam, adalah bukti kebutuhan umat akan pendidikan Islamy ( yang tidak dilayani oleh negara), dan juga bukti ketidakpercayaan ummat atas pendidikan sekulerisme dijalankan oleh negara. Sudah saatnya ummat dan bangsa ini kembali kepada Sistem Kehidupan Islam, yang akan mengantarkan kepada keselamatan dan kesejahteraan umat manusia.


DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, PT, Rosda Karya, Bandung, 2008
----------------, Filsafat Ilmu, PT. Rosda karya, Bandung, 2009
Imam Nawawi, Adabul ‘Alim wal Muta’allim, Maktabah Shahabah, Qathar, 1987
Hamzah Dzaib, dkk, At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah, Wazaroh al-ma’arif watta’lim al-‘aly daulah Paletin, 2006
Sa’id Isma’il Ali, Ushulul Fiqhi At-Tarbawi al-Islamy, Assunnah An-Nabawiyyah, Darul Fikri Al-Araby, 2006 – darulfikrialarobi.com.
Yusuf Hathir Husni al-Shury, Asalibu Ar-Rosul fid Da’wah wat Tarbiyyah, Shunduq at-takaful, 1991
Khalid Ibn Hamid Al-Hazimy, Ushulu al-Tarbiyyah Al-Islamiyah, Daru ‘Alim AL-Kutub, Saudi Arabia, 2000.
Abu Lubabah Husain, At-Tarbiyyah Fus Sunnah An-Nabawiyyah, Dar al-Liwa, Riyad, 1977.
Ali Ibn Naif As-Syahud, Asasu Binai Syahshiyyah At-Thifli Al-Muslim, Darul Ma’mur Malaysia, 2009
Jamal Abdur Rahman, Athfalul Muslimin, Kaifa Rabbahum An-Nabiyyu Al-Amin, Dar-Thaibah Al-Hadra, Makkah, 2004.
Hamin Bakr Al-Ulyan, At-Tarbiyyah Wat-Ta’lim fid Daulah Islamiyyah hilala al-qorni 14, Daru Al-Anshor, Kairo, 1981.
Muhammad Ibn Jamil Az-Zainu, Kaifa Nurabbi Auladana, Ma’had Darul Hadits, Makkah, tt
Ahmad Fuad Al-Ahwani, At-Tarbiyyah Fil Islam, Darul Ma’arif, Mesir, tt

Jumat, 10 Februari 2012

INFORMASI DUNIA PESANTREN

INFORMASI DUNIA PESANTREN. Darul Ulum Education Center insya Alloh sedang mengubah wajah pendidikan dari semi formal PG. TPQ menjadi formal dengan wajah SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH EL UMMAH. Dan Membuat lembaga pendampingan dengan nama: PESANTREN MAHASISWA. Namun untuk pertama kalinya khusus Putri (mahasiswi). Bersama kami mendapatkan dua keunggulan penguasaan bahasa arab dan tsaqofah islam, dan tahfidz paket 5juz untuk mahasiswi. Kuliah reguler, belajar kepesantrenan terpadu antara modern dan salaf, asrama kamar ruang ber AC bebas memakai internet (free Wi-Fi) 1x 24jam. Biaya ringan. Dosen dan ustadz lulusan toimur tengah dan dalam negeri.

PEMIKIRAN PENDIDIKAN BARAT DAN ISLAM


PEMIKIRAN PENDIDIKAN BARAT DAN ISLAM
Oleh: Muchotim El-Moekry

MUQODDIMAH
Pendidikan dewasa ini sudah menjadi komoditi industry jasa yang kebablasan. Sudah tidak menilai lagi motivasi, visi dan misi pendidikan masa depan untuk generasi umat. Artinya pendidikan sudah enjadi barang mewah dan mahal, yang layak hanya dimiliki dan dinikmati oleh mereka-mereka yang berduit. Sementara mereka yang hidup serba pas-pasan hanya menjadi penonton pendidikan.
Pendidikan di Indonesia dipandang sebuah kegagalan dalam penyelenggaraan, karena beberapa alasan utama: Pertama: Bahwa pendidikan di Indonesia berkiblat kepada ieologi kapitalis. Apa itu ideology kapitalis? Adalah ideology (keyakinan) yang dianut oleh Barat yang didomnasi oleh AS sebagai asas pembaharuan kehidupan (life modernism) dan yang memunculkan peradaban global. Proses kerja pemikirannya ideology kapitalis adalah memisahkan urusan-urusan duniawi (pendidikan, sosial, politik, hukum dan kenegaraan) dengan agama. Ketika pendidikan diasaskan kepada ideology kapitalisme, maka akan memunculkan model pendidikan yang hanya berstandar kepada prestasi belajar yang diukur dengan nilai, dan prestasi akademik yang diukur dengan mudah mendapatkan kerja atau tidak. Tidak memiliki prinsip akhlak mulia dan karakter.
Kedua: Bahwa proses pembelajaran yang diutamakan adalah memenuhi hajat materi akal dan jasmani semata. Artinya pendidikan hanya mengutamakan perubahan akal (intelektual) dan Jasmani (mudah mencari kerja), serta mengabaikan nilai-nilai moralitas dan akhlak mulia. Ketiga: Sistem pendidikan di Indoneia menjauhkan diri dari aspirasi masyarakat mayoritas muslim. Artinya tidak menjadikan Islam sebagai pertimbangan kepentingan pendidikan.
Berbeda dengan Islam memandang tentang pendidikan. Islm berpandangan bahwa pendidikan adalah perubahan ((التربية هي التغيير. Ada tiga prinsip proses perubahan dalam pendidikan:
1. Perubahan ideology (aqidah)
2. Perubahan Pemikiran (kognetif, afetif )
3. Perubahan Bihavior dan Psichomotor (Motorik halus dan Motorik Kasar)
Dari ketiga prisip perubahan akan melahirkan hasil proses pembelajaran yang sesuai dengan standar kepuasan hidup manusia yaitu hasil pembelajaran yang (a) memuaskan akal pikiran (b) menentramkan hati dan (c) sesuai dengan Fitrah manusia.
Jika prinsip-prinsip ini dipraktekkan dalam dunia pendidikan, baik dari aspek guru, peserta didik, lembaga dan atau orang tua termasuk masyarakat, maka sistem pendidikan di Indonesia akan melahirkan model pendidikan berkarakter.
Semoga prinsip pendidikan ini menjadi ruh yang masuk kepada setiap kaum profesional sebagai pendidik agar terwujud pendidikan yang berbasis karakter dan sejalan dengan pandangan Islam tentang pendidikan.[]

BAGAIMANA BARAT MEMANDANG TENTANG PENDIDIKAN?

Isu global yang dihembuskan barat dan didominasi oleh negra Amerika Sarikat (AS) adalah modernisasi dan demokratisasi pendidikan. Apa itu modernisasi? Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dengan kata lain modernisasi adalah suatu proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Syarat modernisasi (Suryono Sukanto)
1. Berfikir ilmiah.
2. System administrasi Negara yang baik dan teratur.
3. Tingkat organisasi yang tinggi.
4. Sentralisasi wewenang dalam perencanaan sosial dan pelaksanaannya
5. System pengumpulan data yang baik dan teratur.
6. Iklim yang menunjang modernisasi.
Modernisasi itu sama engan Westernisasi adalah suatu proses peniruan oleh suatu masyarakat /Negara tentang kebudayaan Negara-negara barat yang dianggap lebih baikday daripada kebudayaan Negara sndiri. Sedangkan buah pemikirannya yaitu sekularisasi. Apa itu sekulerisasi? Adalah suatu proses pembedaan antara nilai-nilai keagamaan dengan nilai-nilai kepentingan duniawi.Jadi sekuler itu semacam ideology yang menganggap bahwa hidup ini adalah semata- mata untuk kepentingan duniawi.
Apa persamaannya modernisasi, westernisasi dan sekulerisasi?
1. Modernisasi, westernisasi dan sekularisasi sama-sama mempunyai kepentingan soal duniawi.
2. Sama-sama memiliki unsure-unsur dari dunia Barat.
3. Sama-sama merupakan hasil perbandingan dari berbagai aspek kehidupan manusia yang dirasionalkan.
4. Sama-sama merupakan suatu proses perubahan dari suatu yang dianggap kurang menjadi sesuatu yang dianggap lebih bagi penganutnya.
Maka pendidikan yang sekarang sedang berlangsung adalah berkiblat kepada ketiga prinsip tersebut. Barat memandang pendidikan mengacu hanya kepada dua kepentingan:
1. Kepentingan perubahan intelektua (transfer knowledge) (aqliyah)
2. Kepentingan jasmani (jismiyah)
Maka guru dalam melaksanakan proses pembelajaran hanya menyampaikan ilmu kepada peserta didiknya dan mengarahkan agar sehat jasmani, pandai, kreatif dan kuat dalam menghadapi Pekerjaan kelak. Dan tidak tidak menjadikan akhlak mulia sebagai tujuan dalam pendidikan.

PENDIDIKAN DALAM PANDANGAN ISLAM
A. Menjadikan Aqidah Islam sebagai Asas Filosofi Kurikulum
Biasanya masyarakat pendidikan kalau menyebut kurikulum adalah kurikulum yang dikeluarkan oleh Dirjen Pendidikan Islam Kementrian Agama, baik kurikulum RA, MI, M.Ts, MA, dan Perguruan Tinggi Agama Islam, baik untuk madrasah/Perguruan Tinggi negeri maupun swasta. Dan atau kurikulum yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan dan kebudayaan untuk TK/PAUD, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi atau Universitas, baik untuk negeri maupun swasta. Dan pada hakekatnya kedua produk kurikulum tersebut memiliki standar dan muatan hukum yang sama, yang berbeda hanya muatannya.
Setiap kurikulum dirumuskan memiliki dasar filosofi yang dianut oleh yang membuatnya, yang diasaskan kepada kepentingan politik dan kekuasaan pada setiap Negara. Ketika Negara menuntut agar bangsa memiliki kemampuan yang tinggi dalam menghadapi berbagai persaingan dunia kerja di era industrial, maka kurikulum diasaskan kepada filosofi kurikulum pendidikan yang memiliki muatan lifeskill, berjiwa wirausaha, mandiri, berakhlak dan memiliki wawasan kebangsaan. Sekarang ini ketika kurikulum pendidikan dituntut agar melahirkan outpun yang berkarakter, maka kurikulum pendidikan diasaskan kepada filosofi yang berorientasi kepada caracterbuilding. Maka filosofi itu sejatinya diasaskan kepada ideologi.
Menurut Achmadi (2005) mencantumkan pengertian ideologi adalah segala penilaian etis, norma, teori-teori metafisik dan keagamaan. Karena itu Moerdiono mendifinisikan ideologi adalah merupakan kompleks pengetahuan dan nilai, yang secarakeseluruhan menjadi landasan bagi seseorang (masyarakat) untukmemahami jagat raya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengelolanya
Pengertian ideologi diatas masih bersifat universal dapat ditafsirkan oleh pemikiran manapun dan oleh agama manapun. Karena menurut dua pandangan diatas ideologi dianggap sebagai ilmu filsafat yang memiliki nilai-nilai universal yang selayaknya dimiliki oleh setiap manusia yang berfikir. Kalau pengertian ideologi ditarik yang lebih spesifik lagi sebagai pemahaman aqidah Islam, maka akan memiliki pemahaman bahwa ideologi sebagai pandangan hidup yang menjadi asas dalam berbagai aspek kehidupan (pendidikan, ekonomi, politik, pemerintahan)jelas sangat penting dalam sebuah negara. Ideologilah yang menentukan dasar kurikulum, bahkan negara, aturan seperti apa yang akan diterapkan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan dan atau negara ke arah mana output atau seperti negara itu akan dibawa. Dalam pandangan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani (2000), ideologi adalah pemikiran mendasar yang melahirkan seperangkat sistem seperti sistem pendidikan, ekonomi, politik, hukum. Warna dan corak ideologi tentu akan ditentukan oleh pemikiran mendasar (akidah)-nya. Ideologi akan menentukan bagaimana sebuah kurikulum yang dibuat oleh negara memecahkan persoalan kehidupanya berikut tatacara praktisnya.
Maka Kurikulum itu harus diasaskan kepada aqidah agar memiliki standar ideal untuk sebuah sistem pendidikan dalam rangka membentuk manusia yang beraqidah kokoh, memiliki tsaqafah Islam (ilmu-ilmu Islam) yang total, yaitu memiliki disiplin ilmu yang mencakum aqidah, fiqih ibadah, fiqih mu’amalah, kepribadian (tashawwuf) dan pembentukan akhlak karimah (caracterbuilding).
Untuk mewujudkan dasar filosofi sebagai strting awal perumusan kurikulum yang ideal yang diterapkan pada Kurikulum Salaf adalah “aqidah Islam” sebagai asas filosofinya. Halid Bin Hamid Al-Hazimi (2000), mendivinisikan aqidah adalah sebuah apa yang mengikat dalam hati, kemudian terwujud keyakinan yang tidak dapat diragukan lagi. Dan aqidah Islam asasnya adalah iman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, para Rasul, hari akhir, dan qadar Allah swt.
Maka kurikulum yang diasaskan kepada aqidah Islam, akan melahirkan output secara menyeluruh yang memiliki prinsip-prinsip aqidah yang kokoh, memiliki kesadaran kepatuhan kepada segala ketetapan Allah swt dan rasul-Nya dan memiliki akhlakul karimah. Ketiga prinsip inilah yang dinamakan pendidikan berbasis pembentukan karakter. Dan itulah prinsip pendidikan yang sebenarnya ialah kurikulum sebagai acuan pendidikan yang diasaskan kepada aqidah Islam, sebagaimana firman Allah swt dalam surah Ali Imran [3] ayat 79

         
"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani (orang yang sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah s.w.t.),karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.

Ketika aqidah Islam menjadi dasar filosofi dalam perumusan kurikulum, maka akan melahirkan pemahaman ilmu yang didapat dari target kurikulum dengan penuh kesempurnaan, ialah memiliki karakteristik manusia yang berilmu dan mengamalkan sesuai dengan petunjuk Kitabullah dan Sunnah Rasul. Karena aqidah Islam adalah asas berfikir bagi hamba manusia yang tetap merujuk kepada kebenaran ilmu yang hakiki yaitu yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits. Ayat tersebut diatas memberikan pesan moral yang terkait dengan aqidah Islam sebagai asas perumusan kurikulum, karena kurikulum adalah arah, tolok ukur dan standar pencapaian yang didapat melalui proses pembelajaran. karena kurikulum itu sebuah standard an tolok ukur pencapaian dalam proses pembelajaran, maka harus dirumuskan sesuai dengan fitrah manusia sebagai hamba Allah yang harus belajar, berilmu beramal dan memiliki tingkat ketaqwaan.
Nana Sudjana (2005) menyebutkan: Kurikulum adalah program belajar bagi siswa yang disusun secara sistematis dan logis, di berikan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagai program belajar, kurikulum adalah niat, rencana atau harapan. Ketika devinisi ini dibenarkan, maka rencana dan harapan yang ditetapkan dalam kurikulum harus memiliki asas aqidah yang jelas, yaitu aqidah tauhid. Karena aqidah tauhid inilah sebuah keyakinan yang memberikan pemahaman bahwa manusia hanya diberi kewajiban berupaya, merencanakan dan niat sesuai dengan ketetapan-Nya, namun terpenuhinya rencana dan harapan hanya ada pada qodha dan qadar Allah swt. Dengan demikian outpun atau peserta belajar akan memiliki keyakinan yang jelas dalam menghadapi kehidupan. keyakinan yang meneguhkan bahwa belajar disiplin ilmu apapun yang termuat dalam kurikulum pada intinya hanya untuk menuju ketaqwaan kepada Allah swt.

B. Kurikulum yang berkomitmen kepada Konsep Hidup yang bersumber Al-Quran dan As-Sunnah

Banyak lembaga pendidikan yang memiliki kurikulum hasil adopsi dari medel modernitas pendidikan yang ada, yaitu kurikulum yang diterbitkan oleh kedua kementrian, Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Maka tidak heran, apabila output dari lembaga pasanntren hampir sama dengan output sekolah-sekolah non lembaga pesantren. Dan ada pula membentuk kurikulum terpadu untuk diterapkan di lembaga pendidikan, yaitu memadukan antara kurikulum pendidikan formal dengan kurikulum tradisional atau salaf, namun porsinya tetap didominasi oleh kurikulum formal yang diterbitkan oleh kedua kementrian.



Dominasi modernitas Pendidikan Islam akan tetap kental karena berbagai alasan material, seperti menghadapi persaingan global, perispan masuk perguruan tinggi negeri, dan lain sebagaiman yang semua alasan tersebut hanya terkonspirasi dari kepentingan prinsip materialistis.
Kurikulum Lembaga Pendidikan banyak yang sudah lepas dari tujuan utama penyelenggaraan lembaga pendidikan. Padahal tujuan utama lembaga pendidikan adalah mendidik, membina dan membelajarkan agar santrinya menjadi hamba Allah yang taqwa, berakhlak karimah dan memiliki wawasan ilmu-ilmu Islam (tsaqofah Islam) yang memumpuni disamping memiliki kemandirian yang sesuai dengan fitrahnya yang kelak sebagai kader ulama. Namun banyak lembaga pendidikan lepas dari tujuan itu. missal lembaga pendidikan Darul Arqom Muhamadiyah Sulawesi Selatan yang memiliki visi misi seperti Visi : Menjadi Lembaga Pendidikan terkemuka di Indonesia dalam Membina Kader Persyarikatan yang Berakhlak Mulia, Cakap, Percaya Pada Diri Sendiridan Berguna Bagi Masyarakat Bangsa dan Negara. Misi : (1) Memperkokoh landasan ketakwaan dengan mewujudkan kesalehan yang dijiwai Tauhid dan Semangat Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar. (2) Mengoptimalkan pengembangan bakat dan keunggulan secara intensif dan komprehensif yang dilandasi tradisi keilmuan dan kintelektualan. (3) Mempertajam semangat kepeloporan dan kepemimpinan yang dilandasi Akhlaqul Karimah dan Keikhlasan. (4) Membangun semangat kemandirian dan etos kerja yang dilandasi berbagai keterampilan dan penguasaan teknologi
Visi misi Lembaga pendidikan tersebut, kelihatannya memiliki keunggulan, namun kalau dipandang secara hakekat tujuan lembaga pendidikan visi misi tersebut bersifat universal, yang dipakai oleh lembaga pendidikan manapun. Padahal Lembaga Pendidikan adalah kawah candradimukanya para santri untuk digodog agar menjadi ulama sebagai pewaris para nabi. Seperti yang disebut dalam profil Lembaga Pendidikan Al-Kamal Blitar bahwa: “Pada mulanya, tujuan utama lembaga pendidikan adalah menyiapkan santri untuk mendalami ilmu pengetahuan agama (tafaqqul fi al-din)”. dalam sumber yang sama disebutkan: “Sejak awal berdirinya lembaga pendidikan dikenal sebagai lembaga pengkaderan ulama, tempat pengajaran ilmu agama, dan memelihara tradisi Islam”
Kurikulum pendidikan sebuah program yang diciptakan atas kepentingan politik dalam suatu Negara, yang disesuaikan dengan kepentingan Negara, baik kepentingan sosial, ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka Negara memiliki peran utama untuk membuat kurikulum, yaitu melalui kementrian pendidikan dan kebudayaan untuk sekolah TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi atau Universitas umum. Dan melalui kementrian agama untuk MI, M.Ts, MA dan Perguruan Tinggi Agama Islam. Semua disusun atas dasar kepentingan pemerintah untuk kemajuan bangsa dan negaranya.
Bagaimana dengan pandangan Islam tentang kurikulum yang berkomitmen dengan konsep hidup yang bersumber kepada Al-Quran dan As-Sunnah? Abu Yasin (2004) menyebutkan: “Kurikulum Pendidika harus berlandaskan aqidah Islam. Seluruh materi pelajaran dan metode pengajaran dalam pendidikan disusun agar tidak menyimpang dari landasan tersebut”. Dan yang dimaksud dengan landasan adalah Al-Quran dan as-Sunnah dan itulah dinul Islam. Disebutkan dalam Al-Quran, surah Ali Imran, ayat 85:
            

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.

Dalil tersebut diatas menunjukkan wajibnya mendudukkan Islam sebagai asas dalam berfikir, berucap, bersikap dan bertindak dalam kehidupan, baik urusan pribadi, lembaga, masyarakat maupun bernegara. Dan juga wajib mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah saw, sebagaimana pesan Al-Quran, surah Al-Hasyr, ayat 7 :
       

Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.

Dalil tersebut memberikan pesan moral kepada kita bahwa segala pola hidup manusia, baik ideologi, pemikiran, sikap dan tindakan harus berorientasi kepada apa yang diperintahkan dan dicontohkan oleh Rasulullah saw. Dan bukan mengambil rujukan selain dari pada Al-Quran dan As-Sunnah. Karena keduanya adalah rujukan mutlak dinul Islam.
Kurikulum yang berkomitmen kepada Konsep Hidup yang bersumber Al-Quran dan As-Sunnah, memiliki keuniversalan dalam urusan kehidupan dan kekhusussan yang unik dalam urusan ukhrowi yang termuat dalam ilmu-ilmu Islam. Pada prinsipnya kurikulum yang berkomitmen kepada konsep hidup memiliki dua target utama, yaitu : pertama: membangun kepribadian, pola piker dan jiwa generasi umat dengan perumusan kurikulum yang mencerminkan konsep pemahaman aqidah, syari’ah dan akhlakul karimah. Kedua mempersiapkan generasi umat agar menjadi ulama-ulama yang ahli dibidang segala ilmu, baik ilmu-ilmu Islam dalam rangka menuju keselamatan akherat, maupun ilmu kehidupan yang bersifat terapan dalam rangka memandirikan kehidupan dalam mencari nafkah. Karena prinsip Islam adalah memberikan jaminan tatanan kehidupan yang umum untuk semua umat manusia, sebagaimana dalam Al-Quran, surah Al-ambiya ayat 107:
    
Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

dan Al-Quran, surah Saba, ayat 28:
    ••     ••  

Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.

Dua ayat tersebut diatas memberikan pesan moral, bahwa pesan tekstualnya menunjukkan Nabi Muhammad sebagai Rasulullah saw diutus untuk menata tatanan kehidupan bagi seluruh aspek kehidupan, baik alam, manusia dan kehidupan. Dan juga diutus untuk menata tatanan kehidupan manusia dengan segala potensinya. Maka kurikulum yang menjadi konsep pendidikan, yang melibatkan siswa, guru, lembaga dan materi harus mengacu kepada prinsip-prinsip pembentukan sumber daya manusia (SDM) yang unsurnya terdiri dari potensi aqidah, potensi keilmuan, potensi jiwa dan potensi akhlak. Semua potensi ini baru dinamakan sumber daya manusia yang ideal untuk menata manusia, alam dan kehidupan, yang kemudian dinamakan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini.
Dalam perumusan kurikulum pendidikan, tsaqofah (peradaban) sangat menentukan kesempurnaan kurikulum, karena didalam tsaqofah (peradaban) terdapat disiplin pendalaman aqidah, ilmu-ilmu Islam, ilmu nafsi (jiwa) dan ilmu kepribadian (syahshiyah) yang kesemuanya menjadi satu yaitu kurikulum pendidikan yang berorientasi kepada Dinul Islam yang digali dari Al-Quran dan As-Sunnah.
C. Kurikulum yang memberikan jaminan dobel kompetensi
Kurikulum yang ideal untuk Lembaga Pendidikan disamping memperhatikan tujuan lembaga pendidikan semula, yaitu mengkader calon-calon ulama yang memahami Islam, juga harus memiliki disiplin ilmu kehidupan sebagai bekal kemandirian. Yang dimaksud kurikulum yang memberikan jaminan dobel kompetensi bagi santri lembaga pendidikan adalah (a) kompetensi ilmu-ilmu ukhrowi yang termuat dalam disiplin ilmu pengetahuan Islam (tsaqafah islamiyah) dan (b) kompetensi ilmu-ilmu kehidupan sebagai ilmu terapan, seperti ilmu ekonomi, kewirausahaan, pertanian dan lain sebagainya dalam upaya bekal mencari nafkah kehidupan untuk melangsungkan pengabdian kepada Allah swt.
Memposisikan ilmu ukhrowi ayau ilmu Islam atau tsaqafah Islam karena urgensinya ilmu tersebut. Chalid bin Hamid Al-Hazimy (2000) menyebutkan:

Utama-utamanya ilmu itu adalah ilmu din (Islam – pen), karena manusia dengan memahami ilmu akan terbimbing, manusia karena kebodohan ilmu agama Islam, akan sesat, karena manusia apabila bodoh ilmu agama Islam, akan bodoh dengan kebaikan dunia dan akherat, dan manusia yang memiliki ilmu Islam, akan memahami kemanfaatan kebaikan dunia dan kebaikan akherat

Mengedepankan kompetensi agar peserta didik setelah melakukan pencapaian belajar seperti dalam kurikulum menguasai ilmu Islam atau tsaqafah islamiyah, karena ilmu-ilmu Islam menjadi tanda keselamatan dalam tata kehidupan bagi umat Islam, dan kompetensi ilmu Islam adalah ilmu yang dimaksud sebagai pembentukan karakter hamba yang sempurna, sebagai mana firman Allah swt, dalam Al-Quran surah Al-Mujadilah ayat 11 :
             

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dan firman Allah swt dalam Al-Quran, surah Fathir, ayat 28 :
      

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.

Dan Sabda Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud :
من سلك طريقا يطلب فيه علما سلك الله له به طريقا من طرق الجنة................
Barang siapa menuju jalan menuju belajar ilmu, maka Allah akan membentangkan jalan dengan ilmunya dari berbagai jalan menuju surga

Melihat dalil tersebut diatas, maka menempatkan kompetensi utama ilmu-ilmu Islam (tsaqafah Islam) dalam Kurikulum Pendidikan Pendidikan, bukan sekedar alasan logika ilmiah manusia, namun karena ada dalil-dalil syar’i yang mengharuskan. Sedangkan ilmu kehidupan yaitu ilmu sebagai bekal mengupayakan nafkah didudukkan sebagai kompetensi utama kedua. Dan kedua-duanya adalah utama bagi tata kehidupan umat manusia yang memiliki aqidah Islam. Karena adanya dalil Al-Quran surah Al-qashash ayat 77 :

            

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi

Ayat tersebut memberikan pesan moral bahwa kopetensi yang mencakup ilmu kehidupan atau disiplin ilmu yang menjadi alat untuk mencari bekal hidup atau nafkah tetap menjadi kopentensi utama dalam pandangan Islam. Karena itu menjadikan dobel kompetensi dalam kurikulum yang edial dalam lembaga pendidikan harus menjadi standar utama. Dobel kompetensi yang termuat dalam kurikulum tersebut akan memberikan jaminan kepada output agar memahami segala urusan material baik harta maupun fasilitas hidup lainnya yang berkaitan dengan hajat hidup manusia akan dipandang dengan dua sisi ilmu. Ilmu Islam akan memandang dari aspek halal dan haram dan dari ilmu kehidupan akan memandang tentang penghematan dan etika tata pengelolaan harta dan fasilitas hajat hidup. Disamping agar target kurikulum yang bermuatan kompetensi dobel seperti argumentasi diatas adalah mewujudkan kemandirian peserta belajar setelah menempuh pembelajaran. Kemandirian yang dimaksud adalah adanya ketawakalan (kepasrahan) dalam meniti kehidupan, hanya semata kepada Allah swt segala urusan hidup diserahkan. Dan tidak memiliki ketergantungan hajat hidup kepada sesama manusia. Rasulullah, saw bersabda yang diriwayatkan oleh Ibn “Abbas :

عن ابن عباس قال: كنت خلف رسول الله صلي الله عليه وسلم يوما فقال: ياغلام, أني أعلمك كلمات احفظ الله يحفظك, احفظ الله تجده تجاهك,إذا سألت فأسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله.....

Diriwayatkan bersumber dari Ibn ‘Abbas, berkata: Aku sedang posisi di belakang Rasulullah, saw. pada suatu hari beliau bersabda: Wahai anak, sesungguhnya aku mengajarkan kepadamu suatu ucapan, jagalah Allah, maka Dia akan menjagamu, jagalah Allah, niscaya kamu akan menemukan harapanmu, apabila kamu memohon, maka memohonlah kepada Allah, dan apabila kamu meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah....(HR. Ibn ‘Abbas yang bersumber dari Imam Tirmizi)

Hadits ini memberikan pesan moral kepada kita bahwa kemandirian itu menjadi ciri khas hasil output kurikulum yang bermuatan dobel kompetensi. Dan kemandirian yang hakiki adalah sebagaimana pesan Nabi Muhammad saw. dalam hadits tersebut diatas. Hal ini berbeda dengan kurikulum konvensional yang bermuatan modernitas. Termasuk kurikulum pendidikan Islam yang sudah mengalami proses modernisasi, akan memiliki karakter terbalik. Dimana kompetensi ilmu-ilmu kehidupan lebih dikedepankan, sementara kompetensi ilmu-ilmu Islam (tsaqafah Islam) sangat minim dan tidak menjadi perhatian masyarakat pendidikan Islam. Semisal tidak dimasukannya mata pelajaran Pendidikan Islam dalam Ujian Nasional (UAN) sebagai bukti tidak pentingnya kompetensi ilmu-ilmu Islam dalam pendidikan modern.
Dalam pandangan Islam tentang pendidikan bahwa semua disiplin ilmu itu sama, karena hakekatnya ilmu itu milik Allah swt, manusia hanya sedikit sekali diberinya, namun ilmu yang dinilai sedikit, apabila diasaskan kepada aqidah Islam, akan membawa dampak bagi manusia dalam kehidupannya, baik dampak ruhani amupun dampak material kehidupan.

D. Kurikulum sebagai perwujudan Sistem Pendidikan yang
beruswah kepada Rasulullah, Sahabat dan Para Ulama Salaf.

Sebelum mengkaji tentang Kurikulum sebagai perwujudan Sistem Pendidikan yang beruswah kepada Rasulullah, saw, terlebih dahulu, penulis paparkan kurikulum sebuah acuan pelaksanaan pendidikan, maka fungsi pendidikan ditetapkan oleh pemerintah agar memiliki keseragaman, keadilan dan pemerataan ilmu pengetahuan bagi bangsanya. Fungsi pendidikan yang ditetapkan pemerintah adalah:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Secara harfiyah penetapan fungsi pendidikan secara nasional sudah cukup bagus, konperehenship dan sesuai dengan fitrah manusia sebagai hamba Allah swt. Maka untuk mencapai tujuan dan target pendidikan agar sesuai dengan fungsinya, maka perlu ditetapkan kurikulum yang sejalan, selaras dan bermuatan materi pelajaran yang mampu mengisi akal pikiran peserta didiknya. Untuk menunjang terwujudnya fungsi pendidikan, pemerintah menetapkan kurikulum seperti dimuat dalam ketetapan undang-undang :
1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Sadar atau tidak, para perumus undang-undang tersebut sebetulnya sudah mengacu kepada prinsip-prinsip Islam yang dicontohkan oleh Nabi, saw, para sahabat dan para ulama salaf bahwa fungsi pendidikan (tarbiyah) adalah untuk menghilangkan kebodohan dan mengharap ridha Allah swt, yang pada fungsi utamanya untuk menuju keimanan (aqidah) yang kokoh dan taqwa kepada Allah swt. Karena itu, bahwa kurikulum yang ideal untuk lembaga pendidikan Islam seperti pendidikan adalah kurikulum yang beruswah kepada Rasulullah, sahabat dan para ulama salaf.
Maka aka ada daya pembeda peranan dan fungsi pendidikan menurut ketetapan undang-undang nomor 20 tahun 2003 dengan pendidikan menurut Islam. Peran dan fungsi pendidikan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 jelas memiliki orientasi berubahan material semata, namun pendidikan dalam pandangan Islam adalah semata hanya karena mengharap ridha Allah swt yang wujudnya adalah memiliki ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu ukhrowi (tsaqafah Islam) maupun ilmu-ilmu kehidupan (IPTEK) untuk menuntut hajat hidup.
Karena itu penyusunan kurikulum yang ideal itu harus memiliki tiga prinsip dasar secara universal (a) mampu memenuhi kebutuhan akal manusia, agar menjadi sumber pengembangan pemikiran dan pemahaman hidup (b) mampu memberikan ketenangan dan keteguhan hati, artinya setelah mencapai proses belajar dengan memenuhi target kurikulum memiliki pendirian yang jelas, kemandirian yang menenangkan kehidupan dan mempunyai harapan hidup yang jelas, (c) sesuai dengan fitrah manusia, yaitu apa yang ditempuh dalam pembelajaran sesuai dengan target kurikulum harus mampu menjadikan output itu beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan As-Sunnah.
Karena kurikulum adalah sebuah perwujudan sistem pendidikan, maka ketika melihat visi, misi dan target pendidikan bisa dilihat kurikulumnya, karena membaca kurikulum akan tergambar output yang dihasilkan dari proses pembelajaran melalui kurikulum tersebut. Dengan demikian, kurikulum yang ideal adalah kurikulum yang visi, misi, target dan operasionalnya meneladani konsep tarbiyah Rasulullah, saw, para sahabat dan para ulama salaf. Hal ini diasaskan kepada fungsi dan peranan kurikulum pendidikan adalah sebagai konsep dasar, materi, metodologi, alat dan tenaga pendidik. Dan prosesnya bukan semata transfer ilmu dari guru ke siswa, namun sebagai media pembelajaran dalam rangka membentuk karakter siswa agar mampu bertanggung jawab kepada Allah swt sebagai pencipta dan kepada sesamanya dalam hubungan kehidupan. Dengan demikian akan mampu memecahkan persoalan hidup yang berkaitan dengan dirinya sendiri, dan sesama kaum muslimin atau masyarakat universal. Hamid ibn Bakar Al-Ulyan (1981) menjelaskan:
Bahwa masalah pendidikan dalam Negara muslim adalah masalah yang sangat pelik dan perlu perhatian, karena adanya beberapa alasan:
1. Kurikulum untuk umat Islam merupakan kekhusussan yang harus bersandar kepada Al-Quran dan As-Sunnah, dan tidak boleh diambil dari sumber lain.
2. Membelajarkan dengan sejarah yang agung dan naskah-naskah (kitab) yang besar untuk membelajarkan kepada generasi peserta belajar, bagaimana mengambil pelajaran, bagaimana memelihara dan bagaimana mendayagunakannya.
3. Setiap Negara di dunia dalam menyusun kurikulum akan dipengaruhi oleh filosofi dan ideologinya......

Apa yang menjadi pendapat Hamid ibn Bakar Al-Ulyan memang benar, bahwa kurikulum dirancang oleh pemerintah manapun akan didasarkan kepada falsafah negaranya. Negara-negara barat yang didominasi Amerika Serikat, mendudukkan kurikulum pendidikan dalam falsafah ideologi kapitalisme. Berbeda dengan Negara-negara Eropa yang didominasi Rusia akan mendudukkan pendidikan kepada filosofi ideologi sosialisme. Dan Indonesia dalam merancang kurikulum pendidikan diasaskan kepada falsafah ideologi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Pada prinsipnya ketiga ideologi yang disebut diatas sebagai asas filosofi dalam merancang kurikulum pendidikan memiliki prinsip yang sama. Yaitu sama meninggalkan Allah swt dan Rasul-Nya, saw sebagai pedoman untuk menentukan visi, misi dan tujuan pendidikan yang termuat dalam kurikulum. Kurikulum Nasional yang sudah dirancang dengan baik, yang memiliki muatan iman, taqwa, akhlak mulia, memiliki disiplin ilmu dan kemandirian, semua adalah potensi manusia sebagai hamba Allah swt. Allah Tuhan yang menciptakan manusia, maka sudah semestinya kurikulum sebagai sentral pembentukan karakter manusia yang memiliki potensi muatan iman, taqwa, akhlak mulia, memiliki disiplin ilmu dan kemandirian merujuk kepada konsep dasar Penciptanya, yaitu wahyu, yang diwujudkan beruswah kepada Rasulullah saw.
Idealnya Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, harus menjadi pertimbangan khusus, karena umat Islam yang hidupnya bersandar kepada aqidah Islam, Al-Quran dan As-sunnah, akan membentuk karakteristik yang unik pula. Hamid ibn Bakar Al-Ulyan masih dalam bukunya yang sama mengatakan: “Umat Islam memiliki agama dan aqidah yang khusus, maka wajib dalam penyusunan kurikulum dan sistem pendidikan disandarkan kepada agama Islam dan Aqidah Islam. Maka dari itu urusan Pendidikan dan Pengajaran dalam dunia Islam harus jelas dan lugas”.
Kembali kepada persoalan kurikulum yang beruswah kepada Nabi, saw. karena melihat asas sunnahnya. Karena kalau melihat sunnah (uswah) Nabi, saw adalah sebagai sumber hukum bagi umat Islam yang kedua setelah Al-Quran, maka kurikulum dan sistem pendidikan harus merujuk kepada sunnah Nabi saw sebagai bentuk meneladani (beruswah) kepadanya. Ketika pemahaman yang demikian diterapkan dalam lapangan pendidikan, maka akan banyak menemui protes ideologi, bahwa model pendidikan seperti itu akan membawa dunia pendidikan ke zaman batu, bukan lagi akan menuju modernisasi pendidikan. Hal itu disebabkan adanya konspirasi pemikiran yang datang dari prinsip-prinsip kapitalisme yang menjadi ruh gerakan modernitas pendidikan, termasuk menjadi pengaruh besar terhadap adanya modernitas pendidikan Islam di Indonesia. Pendidikan di Indonesia dewasa ini banyak diilhami oleh prinsip-prinsip masyarakat yang sangat subyektif, dimana masyarakat kebanyakan sedang terpengaruh oleh modernitas, dan gaya hidup modern yang berkiblat ke dunia barat. Ini merupakan konsekwensi logis tatanan masyarakat yang berhadapan dengan era global. Maka subyektifitas masyarakat terhadap pembentukan pendidikan, termasuk kurikulum berasas kepada filosofi subyektif melalui cara pandang masyarakat modern. Arif Rohman (2009) memiliki pandangan :
Pada umumnya praktek penyelenggaraan pendidikan dalam suatu masyarakat dilatar belakangi oleh pertimbangan-pertimbangan subyektif masing-masing masyarakat berupa filosofi, nilai-nilai serta suatu prinsip yang dipilih. Pertimbangan-pertimbangan subyektif tersebut sebenarnya bisa dimengerti, mengingat proses dan praktek pendidikan merupakan bagian dari bentuk aktualisasi atas keinginan-keinginan masyarakat dalam mewujudkan kehendaknya. Kehendak masyarakat yang dimaksud merupakan sebuah cita-cita sosial (social ideals). dengan merunut pertimbangan dari kehendak masyarakat atau cita-cita sosial tersebut, maka praktek penyelenggaraan pendidikan baik yang berlangsung di sekolah maupun luar sekolah pada umumnya mempunyai dua peran penting yang berbeda. Pada satu sisi, proses pendidikan berperan melegimitasi bahkan melanggengkan sistem serta struktur sosial yang ada (status quo); pada sisi lain proses pendidikan berperan sebaliknya yaitu membangun atau merubah tatanan ssosial menuju yang lebih adil.

Pendapat tersebut pada prinsipnya memberikan komentar bahwa pandangan manusia terhadap pendidikan sangat dipengaruhi oleh kehendak masyarakat, dan masyarakat memiliki kehendak tergantung kepada filosofi hidupnya. Ketika masyarakat terbentuk dari masyarakat yang berpemikiran modern yang disebabkan oleh pengaruh peradaban barat, maka pendidikan tercelup dengan modernitas yang berfilosofi peradaban barat. Dan Barat memiliki peradaban yang berideologi kapitalis, yang bertentangan dengan aqidah Islam, karena prinsipnya memisahkan urusan agama dengan tata kehidupan termasuk pendidikan. Maka kurikulum dan penyelenggaraan pendidikan dalam pandangan pendapat diatas memiliki dua target, melestarikan budaya dan peradaban serta membentuk adanya sosial masyarakat yang lebih baik dan adil.

Template by : kendhin x-template.blogspot.com