Jumat, 10 Februari 2012

PEMIKIRAN PENDIDIKAN BARAT DAN ISLAM


PEMIKIRAN PENDIDIKAN BARAT DAN ISLAM
Oleh: Muchotim El-Moekry

MUQODDIMAH
Pendidikan dewasa ini sudah menjadi komoditi industry jasa yang kebablasan. Sudah tidak menilai lagi motivasi, visi dan misi pendidikan masa depan untuk generasi umat. Artinya pendidikan sudah enjadi barang mewah dan mahal, yang layak hanya dimiliki dan dinikmati oleh mereka-mereka yang berduit. Sementara mereka yang hidup serba pas-pasan hanya menjadi penonton pendidikan.
Pendidikan di Indonesia dipandang sebuah kegagalan dalam penyelenggaraan, karena beberapa alasan utama: Pertama: Bahwa pendidikan di Indonesia berkiblat kepada ieologi kapitalis. Apa itu ideology kapitalis? Adalah ideology (keyakinan) yang dianut oleh Barat yang didomnasi oleh AS sebagai asas pembaharuan kehidupan (life modernism) dan yang memunculkan peradaban global. Proses kerja pemikirannya ideology kapitalis adalah memisahkan urusan-urusan duniawi (pendidikan, sosial, politik, hukum dan kenegaraan) dengan agama. Ketika pendidikan diasaskan kepada ideology kapitalisme, maka akan memunculkan model pendidikan yang hanya berstandar kepada prestasi belajar yang diukur dengan nilai, dan prestasi akademik yang diukur dengan mudah mendapatkan kerja atau tidak. Tidak memiliki prinsip akhlak mulia dan karakter.
Kedua: Bahwa proses pembelajaran yang diutamakan adalah memenuhi hajat materi akal dan jasmani semata. Artinya pendidikan hanya mengutamakan perubahan akal (intelektual) dan Jasmani (mudah mencari kerja), serta mengabaikan nilai-nilai moralitas dan akhlak mulia. Ketiga: Sistem pendidikan di Indoneia menjauhkan diri dari aspirasi masyarakat mayoritas muslim. Artinya tidak menjadikan Islam sebagai pertimbangan kepentingan pendidikan.
Berbeda dengan Islam memandang tentang pendidikan. Islm berpandangan bahwa pendidikan adalah perubahan ((التربية هي التغيير. Ada tiga prinsip proses perubahan dalam pendidikan:
1. Perubahan ideology (aqidah)
2. Perubahan Pemikiran (kognetif, afetif )
3. Perubahan Bihavior dan Psichomotor (Motorik halus dan Motorik Kasar)
Dari ketiga prisip perubahan akan melahirkan hasil proses pembelajaran yang sesuai dengan standar kepuasan hidup manusia yaitu hasil pembelajaran yang (a) memuaskan akal pikiran (b) menentramkan hati dan (c) sesuai dengan Fitrah manusia.
Jika prinsip-prinsip ini dipraktekkan dalam dunia pendidikan, baik dari aspek guru, peserta didik, lembaga dan atau orang tua termasuk masyarakat, maka sistem pendidikan di Indonesia akan melahirkan model pendidikan berkarakter.
Semoga prinsip pendidikan ini menjadi ruh yang masuk kepada setiap kaum profesional sebagai pendidik agar terwujud pendidikan yang berbasis karakter dan sejalan dengan pandangan Islam tentang pendidikan.[]

BAGAIMANA BARAT MEMANDANG TENTANG PENDIDIKAN?

Isu global yang dihembuskan barat dan didominasi oleh negra Amerika Sarikat (AS) adalah modernisasi dan demokratisasi pendidikan. Apa itu modernisasi? Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dengan kata lain modernisasi adalah suatu proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Syarat modernisasi (Suryono Sukanto)
1. Berfikir ilmiah.
2. System administrasi Negara yang baik dan teratur.
3. Tingkat organisasi yang tinggi.
4. Sentralisasi wewenang dalam perencanaan sosial dan pelaksanaannya
5. System pengumpulan data yang baik dan teratur.
6. Iklim yang menunjang modernisasi.
Modernisasi itu sama engan Westernisasi adalah suatu proses peniruan oleh suatu masyarakat /Negara tentang kebudayaan Negara-negara barat yang dianggap lebih baikday daripada kebudayaan Negara sndiri. Sedangkan buah pemikirannya yaitu sekularisasi. Apa itu sekulerisasi? Adalah suatu proses pembedaan antara nilai-nilai keagamaan dengan nilai-nilai kepentingan duniawi.Jadi sekuler itu semacam ideology yang menganggap bahwa hidup ini adalah semata- mata untuk kepentingan duniawi.
Apa persamaannya modernisasi, westernisasi dan sekulerisasi?
1. Modernisasi, westernisasi dan sekularisasi sama-sama mempunyai kepentingan soal duniawi.
2. Sama-sama memiliki unsure-unsur dari dunia Barat.
3. Sama-sama merupakan hasil perbandingan dari berbagai aspek kehidupan manusia yang dirasionalkan.
4. Sama-sama merupakan suatu proses perubahan dari suatu yang dianggap kurang menjadi sesuatu yang dianggap lebih bagi penganutnya.
Maka pendidikan yang sekarang sedang berlangsung adalah berkiblat kepada ketiga prinsip tersebut. Barat memandang pendidikan mengacu hanya kepada dua kepentingan:
1. Kepentingan perubahan intelektua (transfer knowledge) (aqliyah)
2. Kepentingan jasmani (jismiyah)
Maka guru dalam melaksanakan proses pembelajaran hanya menyampaikan ilmu kepada peserta didiknya dan mengarahkan agar sehat jasmani, pandai, kreatif dan kuat dalam menghadapi Pekerjaan kelak. Dan tidak tidak menjadikan akhlak mulia sebagai tujuan dalam pendidikan.

PENDIDIKAN DALAM PANDANGAN ISLAM
A. Menjadikan Aqidah Islam sebagai Asas Filosofi Kurikulum
Biasanya masyarakat pendidikan kalau menyebut kurikulum adalah kurikulum yang dikeluarkan oleh Dirjen Pendidikan Islam Kementrian Agama, baik kurikulum RA, MI, M.Ts, MA, dan Perguruan Tinggi Agama Islam, baik untuk madrasah/Perguruan Tinggi negeri maupun swasta. Dan atau kurikulum yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan dan kebudayaan untuk TK/PAUD, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi atau Universitas, baik untuk negeri maupun swasta. Dan pada hakekatnya kedua produk kurikulum tersebut memiliki standar dan muatan hukum yang sama, yang berbeda hanya muatannya.
Setiap kurikulum dirumuskan memiliki dasar filosofi yang dianut oleh yang membuatnya, yang diasaskan kepada kepentingan politik dan kekuasaan pada setiap Negara. Ketika Negara menuntut agar bangsa memiliki kemampuan yang tinggi dalam menghadapi berbagai persaingan dunia kerja di era industrial, maka kurikulum diasaskan kepada filosofi kurikulum pendidikan yang memiliki muatan lifeskill, berjiwa wirausaha, mandiri, berakhlak dan memiliki wawasan kebangsaan. Sekarang ini ketika kurikulum pendidikan dituntut agar melahirkan outpun yang berkarakter, maka kurikulum pendidikan diasaskan kepada filosofi yang berorientasi kepada caracterbuilding. Maka filosofi itu sejatinya diasaskan kepada ideologi.
Menurut Achmadi (2005) mencantumkan pengertian ideologi adalah segala penilaian etis, norma, teori-teori metafisik dan keagamaan. Karena itu Moerdiono mendifinisikan ideologi adalah merupakan kompleks pengetahuan dan nilai, yang secarakeseluruhan menjadi landasan bagi seseorang (masyarakat) untukmemahami jagat raya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengelolanya
Pengertian ideologi diatas masih bersifat universal dapat ditafsirkan oleh pemikiran manapun dan oleh agama manapun. Karena menurut dua pandangan diatas ideologi dianggap sebagai ilmu filsafat yang memiliki nilai-nilai universal yang selayaknya dimiliki oleh setiap manusia yang berfikir. Kalau pengertian ideologi ditarik yang lebih spesifik lagi sebagai pemahaman aqidah Islam, maka akan memiliki pemahaman bahwa ideologi sebagai pandangan hidup yang menjadi asas dalam berbagai aspek kehidupan (pendidikan, ekonomi, politik, pemerintahan)jelas sangat penting dalam sebuah negara. Ideologilah yang menentukan dasar kurikulum, bahkan negara, aturan seperti apa yang akan diterapkan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan dan atau negara ke arah mana output atau seperti negara itu akan dibawa. Dalam pandangan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani (2000), ideologi adalah pemikiran mendasar yang melahirkan seperangkat sistem seperti sistem pendidikan, ekonomi, politik, hukum. Warna dan corak ideologi tentu akan ditentukan oleh pemikiran mendasar (akidah)-nya. Ideologi akan menentukan bagaimana sebuah kurikulum yang dibuat oleh negara memecahkan persoalan kehidupanya berikut tatacara praktisnya.
Maka Kurikulum itu harus diasaskan kepada aqidah agar memiliki standar ideal untuk sebuah sistem pendidikan dalam rangka membentuk manusia yang beraqidah kokoh, memiliki tsaqafah Islam (ilmu-ilmu Islam) yang total, yaitu memiliki disiplin ilmu yang mencakum aqidah, fiqih ibadah, fiqih mu’amalah, kepribadian (tashawwuf) dan pembentukan akhlak karimah (caracterbuilding).
Untuk mewujudkan dasar filosofi sebagai strting awal perumusan kurikulum yang ideal yang diterapkan pada Kurikulum Salaf adalah “aqidah Islam” sebagai asas filosofinya. Halid Bin Hamid Al-Hazimi (2000), mendivinisikan aqidah adalah sebuah apa yang mengikat dalam hati, kemudian terwujud keyakinan yang tidak dapat diragukan lagi. Dan aqidah Islam asasnya adalah iman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, para Rasul, hari akhir, dan qadar Allah swt.
Maka kurikulum yang diasaskan kepada aqidah Islam, akan melahirkan output secara menyeluruh yang memiliki prinsip-prinsip aqidah yang kokoh, memiliki kesadaran kepatuhan kepada segala ketetapan Allah swt dan rasul-Nya dan memiliki akhlakul karimah. Ketiga prinsip inilah yang dinamakan pendidikan berbasis pembentukan karakter. Dan itulah prinsip pendidikan yang sebenarnya ialah kurikulum sebagai acuan pendidikan yang diasaskan kepada aqidah Islam, sebagaimana firman Allah swt dalam surah Ali Imran [3] ayat 79

         
"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani (orang yang sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah s.w.t.),karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.

Ketika aqidah Islam menjadi dasar filosofi dalam perumusan kurikulum, maka akan melahirkan pemahaman ilmu yang didapat dari target kurikulum dengan penuh kesempurnaan, ialah memiliki karakteristik manusia yang berilmu dan mengamalkan sesuai dengan petunjuk Kitabullah dan Sunnah Rasul. Karena aqidah Islam adalah asas berfikir bagi hamba manusia yang tetap merujuk kepada kebenaran ilmu yang hakiki yaitu yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits. Ayat tersebut diatas memberikan pesan moral yang terkait dengan aqidah Islam sebagai asas perumusan kurikulum, karena kurikulum adalah arah, tolok ukur dan standar pencapaian yang didapat melalui proses pembelajaran. karena kurikulum itu sebuah standard an tolok ukur pencapaian dalam proses pembelajaran, maka harus dirumuskan sesuai dengan fitrah manusia sebagai hamba Allah yang harus belajar, berilmu beramal dan memiliki tingkat ketaqwaan.
Nana Sudjana (2005) menyebutkan: Kurikulum adalah program belajar bagi siswa yang disusun secara sistematis dan logis, di berikan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagai program belajar, kurikulum adalah niat, rencana atau harapan. Ketika devinisi ini dibenarkan, maka rencana dan harapan yang ditetapkan dalam kurikulum harus memiliki asas aqidah yang jelas, yaitu aqidah tauhid. Karena aqidah tauhid inilah sebuah keyakinan yang memberikan pemahaman bahwa manusia hanya diberi kewajiban berupaya, merencanakan dan niat sesuai dengan ketetapan-Nya, namun terpenuhinya rencana dan harapan hanya ada pada qodha dan qadar Allah swt. Dengan demikian outpun atau peserta belajar akan memiliki keyakinan yang jelas dalam menghadapi kehidupan. keyakinan yang meneguhkan bahwa belajar disiplin ilmu apapun yang termuat dalam kurikulum pada intinya hanya untuk menuju ketaqwaan kepada Allah swt.

B. Kurikulum yang berkomitmen kepada Konsep Hidup yang bersumber Al-Quran dan As-Sunnah

Banyak lembaga pendidikan yang memiliki kurikulum hasil adopsi dari medel modernitas pendidikan yang ada, yaitu kurikulum yang diterbitkan oleh kedua kementrian, Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Maka tidak heran, apabila output dari lembaga pasanntren hampir sama dengan output sekolah-sekolah non lembaga pesantren. Dan ada pula membentuk kurikulum terpadu untuk diterapkan di lembaga pendidikan, yaitu memadukan antara kurikulum pendidikan formal dengan kurikulum tradisional atau salaf, namun porsinya tetap didominasi oleh kurikulum formal yang diterbitkan oleh kedua kementrian.



Dominasi modernitas Pendidikan Islam akan tetap kental karena berbagai alasan material, seperti menghadapi persaingan global, perispan masuk perguruan tinggi negeri, dan lain sebagaiman yang semua alasan tersebut hanya terkonspirasi dari kepentingan prinsip materialistis.
Kurikulum Lembaga Pendidikan banyak yang sudah lepas dari tujuan utama penyelenggaraan lembaga pendidikan. Padahal tujuan utama lembaga pendidikan adalah mendidik, membina dan membelajarkan agar santrinya menjadi hamba Allah yang taqwa, berakhlak karimah dan memiliki wawasan ilmu-ilmu Islam (tsaqofah Islam) yang memumpuni disamping memiliki kemandirian yang sesuai dengan fitrahnya yang kelak sebagai kader ulama. Namun banyak lembaga pendidikan lepas dari tujuan itu. missal lembaga pendidikan Darul Arqom Muhamadiyah Sulawesi Selatan yang memiliki visi misi seperti Visi : Menjadi Lembaga Pendidikan terkemuka di Indonesia dalam Membina Kader Persyarikatan yang Berakhlak Mulia, Cakap, Percaya Pada Diri Sendiridan Berguna Bagi Masyarakat Bangsa dan Negara. Misi : (1) Memperkokoh landasan ketakwaan dengan mewujudkan kesalehan yang dijiwai Tauhid dan Semangat Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar. (2) Mengoptimalkan pengembangan bakat dan keunggulan secara intensif dan komprehensif yang dilandasi tradisi keilmuan dan kintelektualan. (3) Mempertajam semangat kepeloporan dan kepemimpinan yang dilandasi Akhlaqul Karimah dan Keikhlasan. (4) Membangun semangat kemandirian dan etos kerja yang dilandasi berbagai keterampilan dan penguasaan teknologi
Visi misi Lembaga pendidikan tersebut, kelihatannya memiliki keunggulan, namun kalau dipandang secara hakekat tujuan lembaga pendidikan visi misi tersebut bersifat universal, yang dipakai oleh lembaga pendidikan manapun. Padahal Lembaga Pendidikan adalah kawah candradimukanya para santri untuk digodog agar menjadi ulama sebagai pewaris para nabi. Seperti yang disebut dalam profil Lembaga Pendidikan Al-Kamal Blitar bahwa: “Pada mulanya, tujuan utama lembaga pendidikan adalah menyiapkan santri untuk mendalami ilmu pengetahuan agama (tafaqqul fi al-din)”. dalam sumber yang sama disebutkan: “Sejak awal berdirinya lembaga pendidikan dikenal sebagai lembaga pengkaderan ulama, tempat pengajaran ilmu agama, dan memelihara tradisi Islam”
Kurikulum pendidikan sebuah program yang diciptakan atas kepentingan politik dalam suatu Negara, yang disesuaikan dengan kepentingan Negara, baik kepentingan sosial, ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka Negara memiliki peran utama untuk membuat kurikulum, yaitu melalui kementrian pendidikan dan kebudayaan untuk sekolah TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi atau Universitas umum. Dan melalui kementrian agama untuk MI, M.Ts, MA dan Perguruan Tinggi Agama Islam. Semua disusun atas dasar kepentingan pemerintah untuk kemajuan bangsa dan negaranya.
Bagaimana dengan pandangan Islam tentang kurikulum yang berkomitmen dengan konsep hidup yang bersumber kepada Al-Quran dan As-Sunnah? Abu Yasin (2004) menyebutkan: “Kurikulum Pendidika harus berlandaskan aqidah Islam. Seluruh materi pelajaran dan metode pengajaran dalam pendidikan disusun agar tidak menyimpang dari landasan tersebut”. Dan yang dimaksud dengan landasan adalah Al-Quran dan as-Sunnah dan itulah dinul Islam. Disebutkan dalam Al-Quran, surah Ali Imran, ayat 85:
            

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.

Dalil tersebut diatas menunjukkan wajibnya mendudukkan Islam sebagai asas dalam berfikir, berucap, bersikap dan bertindak dalam kehidupan, baik urusan pribadi, lembaga, masyarakat maupun bernegara. Dan juga wajib mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah saw, sebagaimana pesan Al-Quran, surah Al-Hasyr, ayat 7 :
       

Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.

Dalil tersebut memberikan pesan moral kepada kita bahwa segala pola hidup manusia, baik ideologi, pemikiran, sikap dan tindakan harus berorientasi kepada apa yang diperintahkan dan dicontohkan oleh Rasulullah saw. Dan bukan mengambil rujukan selain dari pada Al-Quran dan As-Sunnah. Karena keduanya adalah rujukan mutlak dinul Islam.
Kurikulum yang berkomitmen kepada Konsep Hidup yang bersumber Al-Quran dan As-Sunnah, memiliki keuniversalan dalam urusan kehidupan dan kekhusussan yang unik dalam urusan ukhrowi yang termuat dalam ilmu-ilmu Islam. Pada prinsipnya kurikulum yang berkomitmen kepada konsep hidup memiliki dua target utama, yaitu : pertama: membangun kepribadian, pola piker dan jiwa generasi umat dengan perumusan kurikulum yang mencerminkan konsep pemahaman aqidah, syari’ah dan akhlakul karimah. Kedua mempersiapkan generasi umat agar menjadi ulama-ulama yang ahli dibidang segala ilmu, baik ilmu-ilmu Islam dalam rangka menuju keselamatan akherat, maupun ilmu kehidupan yang bersifat terapan dalam rangka memandirikan kehidupan dalam mencari nafkah. Karena prinsip Islam adalah memberikan jaminan tatanan kehidupan yang umum untuk semua umat manusia, sebagaimana dalam Al-Quran, surah Al-ambiya ayat 107:
    
Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

dan Al-Quran, surah Saba, ayat 28:
    ••     ••  

Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.

Dua ayat tersebut diatas memberikan pesan moral, bahwa pesan tekstualnya menunjukkan Nabi Muhammad sebagai Rasulullah saw diutus untuk menata tatanan kehidupan bagi seluruh aspek kehidupan, baik alam, manusia dan kehidupan. Dan juga diutus untuk menata tatanan kehidupan manusia dengan segala potensinya. Maka kurikulum yang menjadi konsep pendidikan, yang melibatkan siswa, guru, lembaga dan materi harus mengacu kepada prinsip-prinsip pembentukan sumber daya manusia (SDM) yang unsurnya terdiri dari potensi aqidah, potensi keilmuan, potensi jiwa dan potensi akhlak. Semua potensi ini baru dinamakan sumber daya manusia yang ideal untuk menata manusia, alam dan kehidupan, yang kemudian dinamakan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini.
Dalam perumusan kurikulum pendidikan, tsaqofah (peradaban) sangat menentukan kesempurnaan kurikulum, karena didalam tsaqofah (peradaban) terdapat disiplin pendalaman aqidah, ilmu-ilmu Islam, ilmu nafsi (jiwa) dan ilmu kepribadian (syahshiyah) yang kesemuanya menjadi satu yaitu kurikulum pendidikan yang berorientasi kepada Dinul Islam yang digali dari Al-Quran dan As-Sunnah.
C. Kurikulum yang memberikan jaminan dobel kompetensi
Kurikulum yang ideal untuk Lembaga Pendidikan disamping memperhatikan tujuan lembaga pendidikan semula, yaitu mengkader calon-calon ulama yang memahami Islam, juga harus memiliki disiplin ilmu kehidupan sebagai bekal kemandirian. Yang dimaksud kurikulum yang memberikan jaminan dobel kompetensi bagi santri lembaga pendidikan adalah (a) kompetensi ilmu-ilmu ukhrowi yang termuat dalam disiplin ilmu pengetahuan Islam (tsaqafah islamiyah) dan (b) kompetensi ilmu-ilmu kehidupan sebagai ilmu terapan, seperti ilmu ekonomi, kewirausahaan, pertanian dan lain sebagainya dalam upaya bekal mencari nafkah kehidupan untuk melangsungkan pengabdian kepada Allah swt.
Memposisikan ilmu ukhrowi ayau ilmu Islam atau tsaqafah Islam karena urgensinya ilmu tersebut. Chalid bin Hamid Al-Hazimy (2000) menyebutkan:

Utama-utamanya ilmu itu adalah ilmu din (Islam – pen), karena manusia dengan memahami ilmu akan terbimbing, manusia karena kebodohan ilmu agama Islam, akan sesat, karena manusia apabila bodoh ilmu agama Islam, akan bodoh dengan kebaikan dunia dan akherat, dan manusia yang memiliki ilmu Islam, akan memahami kemanfaatan kebaikan dunia dan kebaikan akherat

Mengedepankan kompetensi agar peserta didik setelah melakukan pencapaian belajar seperti dalam kurikulum menguasai ilmu Islam atau tsaqafah islamiyah, karena ilmu-ilmu Islam menjadi tanda keselamatan dalam tata kehidupan bagi umat Islam, dan kompetensi ilmu Islam adalah ilmu yang dimaksud sebagai pembentukan karakter hamba yang sempurna, sebagai mana firman Allah swt, dalam Al-Quran surah Al-Mujadilah ayat 11 :
             

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dan firman Allah swt dalam Al-Quran, surah Fathir, ayat 28 :
      

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.

Dan Sabda Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud :
من سلك طريقا يطلب فيه علما سلك الله له به طريقا من طرق الجنة................
Barang siapa menuju jalan menuju belajar ilmu, maka Allah akan membentangkan jalan dengan ilmunya dari berbagai jalan menuju surga

Melihat dalil tersebut diatas, maka menempatkan kompetensi utama ilmu-ilmu Islam (tsaqafah Islam) dalam Kurikulum Pendidikan Pendidikan, bukan sekedar alasan logika ilmiah manusia, namun karena ada dalil-dalil syar’i yang mengharuskan. Sedangkan ilmu kehidupan yaitu ilmu sebagai bekal mengupayakan nafkah didudukkan sebagai kompetensi utama kedua. Dan kedua-duanya adalah utama bagi tata kehidupan umat manusia yang memiliki aqidah Islam. Karena adanya dalil Al-Quran surah Al-qashash ayat 77 :

            

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi

Ayat tersebut memberikan pesan moral bahwa kopetensi yang mencakup ilmu kehidupan atau disiplin ilmu yang menjadi alat untuk mencari bekal hidup atau nafkah tetap menjadi kopentensi utama dalam pandangan Islam. Karena itu menjadikan dobel kompetensi dalam kurikulum yang edial dalam lembaga pendidikan harus menjadi standar utama. Dobel kompetensi yang termuat dalam kurikulum tersebut akan memberikan jaminan kepada output agar memahami segala urusan material baik harta maupun fasilitas hidup lainnya yang berkaitan dengan hajat hidup manusia akan dipandang dengan dua sisi ilmu. Ilmu Islam akan memandang dari aspek halal dan haram dan dari ilmu kehidupan akan memandang tentang penghematan dan etika tata pengelolaan harta dan fasilitas hajat hidup. Disamping agar target kurikulum yang bermuatan kompetensi dobel seperti argumentasi diatas adalah mewujudkan kemandirian peserta belajar setelah menempuh pembelajaran. Kemandirian yang dimaksud adalah adanya ketawakalan (kepasrahan) dalam meniti kehidupan, hanya semata kepada Allah swt segala urusan hidup diserahkan. Dan tidak memiliki ketergantungan hajat hidup kepada sesama manusia. Rasulullah, saw bersabda yang diriwayatkan oleh Ibn “Abbas :

عن ابن عباس قال: كنت خلف رسول الله صلي الله عليه وسلم يوما فقال: ياغلام, أني أعلمك كلمات احفظ الله يحفظك, احفظ الله تجده تجاهك,إذا سألت فأسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله.....

Diriwayatkan bersumber dari Ibn ‘Abbas, berkata: Aku sedang posisi di belakang Rasulullah, saw. pada suatu hari beliau bersabda: Wahai anak, sesungguhnya aku mengajarkan kepadamu suatu ucapan, jagalah Allah, maka Dia akan menjagamu, jagalah Allah, niscaya kamu akan menemukan harapanmu, apabila kamu memohon, maka memohonlah kepada Allah, dan apabila kamu meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah....(HR. Ibn ‘Abbas yang bersumber dari Imam Tirmizi)

Hadits ini memberikan pesan moral kepada kita bahwa kemandirian itu menjadi ciri khas hasil output kurikulum yang bermuatan dobel kompetensi. Dan kemandirian yang hakiki adalah sebagaimana pesan Nabi Muhammad saw. dalam hadits tersebut diatas. Hal ini berbeda dengan kurikulum konvensional yang bermuatan modernitas. Termasuk kurikulum pendidikan Islam yang sudah mengalami proses modernisasi, akan memiliki karakter terbalik. Dimana kompetensi ilmu-ilmu kehidupan lebih dikedepankan, sementara kompetensi ilmu-ilmu Islam (tsaqafah Islam) sangat minim dan tidak menjadi perhatian masyarakat pendidikan Islam. Semisal tidak dimasukannya mata pelajaran Pendidikan Islam dalam Ujian Nasional (UAN) sebagai bukti tidak pentingnya kompetensi ilmu-ilmu Islam dalam pendidikan modern.
Dalam pandangan Islam tentang pendidikan bahwa semua disiplin ilmu itu sama, karena hakekatnya ilmu itu milik Allah swt, manusia hanya sedikit sekali diberinya, namun ilmu yang dinilai sedikit, apabila diasaskan kepada aqidah Islam, akan membawa dampak bagi manusia dalam kehidupannya, baik dampak ruhani amupun dampak material kehidupan.

D. Kurikulum sebagai perwujudan Sistem Pendidikan yang
beruswah kepada Rasulullah, Sahabat dan Para Ulama Salaf.

Sebelum mengkaji tentang Kurikulum sebagai perwujudan Sistem Pendidikan yang beruswah kepada Rasulullah, saw, terlebih dahulu, penulis paparkan kurikulum sebuah acuan pelaksanaan pendidikan, maka fungsi pendidikan ditetapkan oleh pemerintah agar memiliki keseragaman, keadilan dan pemerataan ilmu pengetahuan bagi bangsanya. Fungsi pendidikan yang ditetapkan pemerintah adalah:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Secara harfiyah penetapan fungsi pendidikan secara nasional sudah cukup bagus, konperehenship dan sesuai dengan fitrah manusia sebagai hamba Allah swt. Maka untuk mencapai tujuan dan target pendidikan agar sesuai dengan fungsinya, maka perlu ditetapkan kurikulum yang sejalan, selaras dan bermuatan materi pelajaran yang mampu mengisi akal pikiran peserta didiknya. Untuk menunjang terwujudnya fungsi pendidikan, pemerintah menetapkan kurikulum seperti dimuat dalam ketetapan undang-undang :
1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Sadar atau tidak, para perumus undang-undang tersebut sebetulnya sudah mengacu kepada prinsip-prinsip Islam yang dicontohkan oleh Nabi, saw, para sahabat dan para ulama salaf bahwa fungsi pendidikan (tarbiyah) adalah untuk menghilangkan kebodohan dan mengharap ridha Allah swt, yang pada fungsi utamanya untuk menuju keimanan (aqidah) yang kokoh dan taqwa kepada Allah swt. Karena itu, bahwa kurikulum yang ideal untuk lembaga pendidikan Islam seperti pendidikan adalah kurikulum yang beruswah kepada Rasulullah, sahabat dan para ulama salaf.
Maka aka ada daya pembeda peranan dan fungsi pendidikan menurut ketetapan undang-undang nomor 20 tahun 2003 dengan pendidikan menurut Islam. Peran dan fungsi pendidikan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 jelas memiliki orientasi berubahan material semata, namun pendidikan dalam pandangan Islam adalah semata hanya karena mengharap ridha Allah swt yang wujudnya adalah memiliki ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu ukhrowi (tsaqafah Islam) maupun ilmu-ilmu kehidupan (IPTEK) untuk menuntut hajat hidup.
Karena itu penyusunan kurikulum yang ideal itu harus memiliki tiga prinsip dasar secara universal (a) mampu memenuhi kebutuhan akal manusia, agar menjadi sumber pengembangan pemikiran dan pemahaman hidup (b) mampu memberikan ketenangan dan keteguhan hati, artinya setelah mencapai proses belajar dengan memenuhi target kurikulum memiliki pendirian yang jelas, kemandirian yang menenangkan kehidupan dan mempunyai harapan hidup yang jelas, (c) sesuai dengan fitrah manusia, yaitu apa yang ditempuh dalam pembelajaran sesuai dengan target kurikulum harus mampu menjadikan output itu beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan As-Sunnah.
Karena kurikulum adalah sebuah perwujudan sistem pendidikan, maka ketika melihat visi, misi dan target pendidikan bisa dilihat kurikulumnya, karena membaca kurikulum akan tergambar output yang dihasilkan dari proses pembelajaran melalui kurikulum tersebut. Dengan demikian, kurikulum yang ideal adalah kurikulum yang visi, misi, target dan operasionalnya meneladani konsep tarbiyah Rasulullah, saw, para sahabat dan para ulama salaf. Hal ini diasaskan kepada fungsi dan peranan kurikulum pendidikan adalah sebagai konsep dasar, materi, metodologi, alat dan tenaga pendidik. Dan prosesnya bukan semata transfer ilmu dari guru ke siswa, namun sebagai media pembelajaran dalam rangka membentuk karakter siswa agar mampu bertanggung jawab kepada Allah swt sebagai pencipta dan kepada sesamanya dalam hubungan kehidupan. Dengan demikian akan mampu memecahkan persoalan hidup yang berkaitan dengan dirinya sendiri, dan sesama kaum muslimin atau masyarakat universal. Hamid ibn Bakar Al-Ulyan (1981) menjelaskan:
Bahwa masalah pendidikan dalam Negara muslim adalah masalah yang sangat pelik dan perlu perhatian, karena adanya beberapa alasan:
1. Kurikulum untuk umat Islam merupakan kekhusussan yang harus bersandar kepada Al-Quran dan As-Sunnah, dan tidak boleh diambil dari sumber lain.
2. Membelajarkan dengan sejarah yang agung dan naskah-naskah (kitab) yang besar untuk membelajarkan kepada generasi peserta belajar, bagaimana mengambil pelajaran, bagaimana memelihara dan bagaimana mendayagunakannya.
3. Setiap Negara di dunia dalam menyusun kurikulum akan dipengaruhi oleh filosofi dan ideologinya......

Apa yang menjadi pendapat Hamid ibn Bakar Al-Ulyan memang benar, bahwa kurikulum dirancang oleh pemerintah manapun akan didasarkan kepada falsafah negaranya. Negara-negara barat yang didominasi Amerika Serikat, mendudukkan kurikulum pendidikan dalam falsafah ideologi kapitalisme. Berbeda dengan Negara-negara Eropa yang didominasi Rusia akan mendudukkan pendidikan kepada filosofi ideologi sosialisme. Dan Indonesia dalam merancang kurikulum pendidikan diasaskan kepada falsafah ideologi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Pada prinsipnya ketiga ideologi yang disebut diatas sebagai asas filosofi dalam merancang kurikulum pendidikan memiliki prinsip yang sama. Yaitu sama meninggalkan Allah swt dan Rasul-Nya, saw sebagai pedoman untuk menentukan visi, misi dan tujuan pendidikan yang termuat dalam kurikulum. Kurikulum Nasional yang sudah dirancang dengan baik, yang memiliki muatan iman, taqwa, akhlak mulia, memiliki disiplin ilmu dan kemandirian, semua adalah potensi manusia sebagai hamba Allah swt. Allah Tuhan yang menciptakan manusia, maka sudah semestinya kurikulum sebagai sentral pembentukan karakter manusia yang memiliki potensi muatan iman, taqwa, akhlak mulia, memiliki disiplin ilmu dan kemandirian merujuk kepada konsep dasar Penciptanya, yaitu wahyu, yang diwujudkan beruswah kepada Rasulullah saw.
Idealnya Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, harus menjadi pertimbangan khusus, karena umat Islam yang hidupnya bersandar kepada aqidah Islam, Al-Quran dan As-sunnah, akan membentuk karakteristik yang unik pula. Hamid ibn Bakar Al-Ulyan masih dalam bukunya yang sama mengatakan: “Umat Islam memiliki agama dan aqidah yang khusus, maka wajib dalam penyusunan kurikulum dan sistem pendidikan disandarkan kepada agama Islam dan Aqidah Islam. Maka dari itu urusan Pendidikan dan Pengajaran dalam dunia Islam harus jelas dan lugas”.
Kembali kepada persoalan kurikulum yang beruswah kepada Nabi, saw. karena melihat asas sunnahnya. Karena kalau melihat sunnah (uswah) Nabi, saw adalah sebagai sumber hukum bagi umat Islam yang kedua setelah Al-Quran, maka kurikulum dan sistem pendidikan harus merujuk kepada sunnah Nabi saw sebagai bentuk meneladani (beruswah) kepadanya. Ketika pemahaman yang demikian diterapkan dalam lapangan pendidikan, maka akan banyak menemui protes ideologi, bahwa model pendidikan seperti itu akan membawa dunia pendidikan ke zaman batu, bukan lagi akan menuju modernisasi pendidikan. Hal itu disebabkan adanya konspirasi pemikiran yang datang dari prinsip-prinsip kapitalisme yang menjadi ruh gerakan modernitas pendidikan, termasuk menjadi pengaruh besar terhadap adanya modernitas pendidikan Islam di Indonesia. Pendidikan di Indonesia dewasa ini banyak diilhami oleh prinsip-prinsip masyarakat yang sangat subyektif, dimana masyarakat kebanyakan sedang terpengaruh oleh modernitas, dan gaya hidup modern yang berkiblat ke dunia barat. Ini merupakan konsekwensi logis tatanan masyarakat yang berhadapan dengan era global. Maka subyektifitas masyarakat terhadap pembentukan pendidikan, termasuk kurikulum berasas kepada filosofi subyektif melalui cara pandang masyarakat modern. Arif Rohman (2009) memiliki pandangan :
Pada umumnya praktek penyelenggaraan pendidikan dalam suatu masyarakat dilatar belakangi oleh pertimbangan-pertimbangan subyektif masing-masing masyarakat berupa filosofi, nilai-nilai serta suatu prinsip yang dipilih. Pertimbangan-pertimbangan subyektif tersebut sebenarnya bisa dimengerti, mengingat proses dan praktek pendidikan merupakan bagian dari bentuk aktualisasi atas keinginan-keinginan masyarakat dalam mewujudkan kehendaknya. Kehendak masyarakat yang dimaksud merupakan sebuah cita-cita sosial (social ideals). dengan merunut pertimbangan dari kehendak masyarakat atau cita-cita sosial tersebut, maka praktek penyelenggaraan pendidikan baik yang berlangsung di sekolah maupun luar sekolah pada umumnya mempunyai dua peran penting yang berbeda. Pada satu sisi, proses pendidikan berperan melegimitasi bahkan melanggengkan sistem serta struktur sosial yang ada (status quo); pada sisi lain proses pendidikan berperan sebaliknya yaitu membangun atau merubah tatanan ssosial menuju yang lebih adil.

Pendapat tersebut pada prinsipnya memberikan komentar bahwa pandangan manusia terhadap pendidikan sangat dipengaruhi oleh kehendak masyarakat, dan masyarakat memiliki kehendak tergantung kepada filosofi hidupnya. Ketika masyarakat terbentuk dari masyarakat yang berpemikiran modern yang disebabkan oleh pengaruh peradaban barat, maka pendidikan tercelup dengan modernitas yang berfilosofi peradaban barat. Dan Barat memiliki peradaban yang berideologi kapitalis, yang bertentangan dengan aqidah Islam, karena prinsipnya memisahkan urusan agama dengan tata kehidupan termasuk pendidikan. Maka kurikulum dan penyelenggaraan pendidikan dalam pandangan pendapat diatas memiliki dua target, melestarikan budaya dan peradaban serta membentuk adanya sosial masyarakat yang lebih baik dan adil.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com